Aku tak bisa
membayangkan andaikata orang Amerika yang biasa mengutamakan nilai-nilai
privacy dalam kehidupannya berkumpul dalam satu ruangan sempit seperti kita di
kamar 720. Mungkin mereka sudah berantem satu sama lain, atau barangkali
sebagian dari mereka akan mengalami depresi.
Masalah
tersebut tak lain adalah bagaimana sulitnya menjalin kebersamaan diantara kita.
Bukan apa – apa, diantara kita saling kenal ketika di Amerika. Mungkin masalah
tak sesulit jika sebelumnya kita memang sudah berteman. Aku sendiri mengenal
Bang Herdi kira – kira 5 bulan lalu, ketika aku mencari tempat kos di DC dan
mendapatkan informasi dari mas Tio kalau Bang Herdi masih menerima orang. Saat
itu di kamar 720 sudah ada dua orang penghuni lainnya yaitu Arif anak Madura dan
Oki anak Malang.
Tak berapa
lama, Rinto yang tadinya tinggal di lantai 2 mendadak pindah ke kamar 720
karena berantem melulu dengan teman sekamarnya. Dan terakhir, sebulan lalu
Asnawi anak Bandung yang baru datang dari Indonesia ngekos juga. Waktu
itu secara tak sengaja Oki dan Arif bertemu Asnawi lagi jumatan di Islamic
Center. Ngobrol punya ngobrol, si Oki menjanjikan untuk nyariin kerja di
DC, jadi ikutlah Asnawi bergabung dengan kita.
Enam orang,
berkumpul dalam sebuah ruangan sempit, masing – masing punya karakter dan
kebiasaan yang berbeda. Kita berasal dan tumbuh dari latar belakang sosial dan
pendidikan berbeda. Tentu merupakan sebuah pengalaman dan tantangan tersendiri.
Disini kita benar – benar diuji, bagaimana cara kita bergaul, memperlakukan orang
lain, saling toleransi dan ujung – ujungnya melatih kesabaran.
Salah satu
contoh kecil adalah kebiasaan si Oki yang terus terang membuat kami agak
bingung. Di musim panas, ketika suhu sedang panas – panasnya, 100 derajat F
atau hampir 40 derajat celcius, si Oki diam – diam mematikan AC apartemen.
Diantara kita yang sedang tertidur akhirnya terbangun kegerahan. Kita tak tahu
apa hal itu dilakukan karena iseng, atau dengan maksud lain. Soalnya itu
dilakukan berulang kali dan amat wajar kalau kita merasa jengkel. Dilain musim,
ketika suhu sedang dingin – dinginnya, minus 10 derajat C, si Oki diam – diam
membuka jendela tanpa sepengetahuan kami. Teman – teman yang mulai kedinginan
menduga hitter-nya rusak, tapi setelah tahu jendela terbuka, kami menduga ini pasti
kerjaannya si Oki.
Lain lagi
kebiasaan Bang Herdi, si empunya kamar. Dia sering mengunci diri dan
menghabiskan waktu berjam – jam di dalam kamar mandi. Entah apa yang dilakukan
kita – kita nggak tahu pasti, kadang ia membawa laptopnya ke dalam kamar
mandi. Barangkali ia sedang chatting karena memang tempat kami punya
router untuk koneksi wireless. Atau mengakses situs – situs porno. Kebiasaan
itu sama sekali tidak mengganggu kita, kecuali benar – benar kala kita kebelet
kencing atau berak. Kalau sudah begitu, kita harus mengetuk pintu, terdengar
suara bang Herdi bilang sebentar, lantas dia keluar dengan handuk masih melilit
diperutnya.
Ya, itu baru sebagian kecil
kebiasaan anak – anak 720. Belum mengenai karakter dan sifat – sifat yang bisa
jadi berbeda. Tapi sejauh ini sepertinya kita “aman – aman saja” dan bisa
beradaptasi dengan baik. Mungkin karena kultur bangsa kita yang kental dengan
nilai kebersamaan, keramah tamahan, jadi mudah akrab dan bisa menerima
kehadiran orang lain. Barangkali
inilah yang membantu kita – kita ini para perantau bisa survive hidup
di Amerika.