Detik-detik
mendebarkan penghitungan suara di TV mencapai puncaknya ketika batas minimal
electoral vote mencapai 270. Obama menang!!! Obama menang!!! Maka segera
kuhampiri si Chef Chong san yang sedang berbincang dengan pelanggan di sushi
bar. Dengan lesu ia merogoh sakunya dan menyerahkan uang 50 dollar kepadaku. Ia
kalah taruhan.
Malam itu
seluruh Amerika bergembira, hingar bingar kemenangan Obama dirayakan
dimana-mana. Ya, untuk menang pemilu di Amerika seorang calon harus
mengumpulkan 270 electoral vote. Sistem tak langsung dan "rumit" ini mendasarkan
pada besaran populasi di masing-masing negara bagian. Jumlah 538 electoral
votes yang ada saat ini adalah mewakili jumlah 100 senator dan 435 anggota
perwakilan rakyat dari ke 50 negara bagian di Amerika. Sedangkan 3 electoral
vote yang tersisa adalah hak istimewa Washington DC lewat amandemen ke 23 yaitu
jumlah electoral vote yang sama dengan negara bagian lain yang berpopulasi
rendah.
Sebagai
gambaran tentang Electoral Vote, karena tiap Negara Bagian besaran populasinya
tak sama maka jumlah pemilih yang mewakili satu electoral vote berbeda dari
satu negara bagian dengan yang lainnya. Andai kita hidup di Wyoming yang
berpenduduk sedikit, di sana 174,277 orang mendapatkan satu electoral vote, di
California dibutuhkan 664,604 orang untuk satu electoral vote. Jadi orang
Wyoming suaranya 3,8 kali lebih kuat daripada orang yang hidup di California.
Dan dari hasil
penghitungan akhir Pemilu Presiden Amerika, Obama dari Partai Demokrat
mendapatkan 297 electoral vote, menang telak atas Mc Cain calon Partai Republik
yang mendapatkan 139 electoral vote.
***
Kemenangan
Obama ini sangat dramatis, karena dia bukan siapa-siapa saat itu, seorang
pendatang baru di panggung politik nasional, Senator Partai Demokrat dari
Chicago yang baru dua tahun berkarir di Gedung Capitol. Dengan nama yang
kedengaran aneh di telinga orang Amerika: Barack Hussein Obama; Ya, Obama yang
berayah Obama, Sr., mahasiswa muslim kulit hitam dari Kenya, yang bertemu
dengan Stanley Ann Dunham tahun 1960 di University of Hawaii, tiba-tiba mencalonkan
diri sebagai kandidat Presiden Amerika dalam pemilu 2008.
Kala itu
banyak orang yang menganggap remeh; karena satu alasan, Obama adalah seorang
kulit hitam. Ya walau di Amerika adalah negara yang menjunjung tinggi hak azasi
manusia, kebebasan dan persamaan hak, tetapi pada kenyataannya masalah rasial
masih menjadi tema yang sensitif dalam kehidupan sehari-hari.
Kembali pada
masa Abraham Lincoln di tahun 1863, Presiden ke 16 yang ingin mengakhiri
perbudakan, ingin membebaskan jutaan orang kulit hitam dari perbudakan di
Amerika. Jaman itu orang kulit hitam masih diperjual belikan layaknya binatang
ternak di pasar. Harga seorang budak laki-laki setara dengan harga seekor kuda.
Perjuangan Lincoln banyak ditentang oleh orang-orang negara bagian Selatan,
perbudakan adalah hal yang legal di sana. Lincoln dalam keyakinannya
berpendapat, "Para penulis Deklarasi Kemerdekaan tidak pernah bermaksud
untuk mengatakan semua manusia adalah sama dalam warna, ukuran, kecerdasan,
perkembangan moral, atau kapasitas sosial, tapi mereka memandang bahwa semua
manusia diciptakan sederajat dalam hak tertentu, di antaranya adalah kehidupan,
kebebasan, dan mengejar kebahagiaan."
Dua tahun
setelah membebaskan perbudakan, tahun 1865 Lincoln ditembak mati. Dan era
perlakuan diskriminasi masih terus berlanjut. Orang kulit hitam yang mulai
bebas memiliki tanah sendiri, menggarapnya, dan menjual hasil panennya,
mendirikan gereja, membangun sekolah, kini mulai mendapat perlawanan dari
orang-orang kulit putih yang masih berfaham rasialis. Supremasi kulit putih,"White
Power" dengan organisasinya Ku Klux Klan melakukan teror dengan
menculik dan memukuli orang kulit hitam, juga menggantungnya.
100 tahun
kemudian di era Martin Luther King, supremasi kulit putih dan nasionalis kulit
putih masih mendominasi kehidupan sosial maupun politik di Amerika. Jaman Great
Depresion yang menghantam Amerika di tahun 1930an kala itu menambah tensi
ketegangan rasial dan perbedaan perlakuan terhadap ras berwarna. Peristiwa Amok
Massa di Athens, Alabama 10 Agustus 1946 menggambarkan kenyataan bahwa kaum
kulit putih masih memperlakukan ras kulit hitam dengan semena-mena. Peristiwa
itu dipicu ketika dua orang kulit putih ditahan karena menyerang seorang
laki-laki kulit hitam. Dan keesokan harinya sekitar 2000 orang kulit putih dan
remaja yang tidak terima dengan penahanan kedua temannya kemudian melakukan
aksi balasan dengan merazia orang-orang kulit hitam yang dijumpai di sepanjang
jalan dan memukulinya. Pasukan keamanan diturunkan untuk mengamankan kerusuhan
itu. Tak ada yang tewas dalam peristiwa itu, tapi 50 orang kulit hitam cedera.
Sebanyak 16 perusuh kulit putih didakwa melakukan tindakan kekerasan oleh
pengadilan.
Ya, kala itu
nasib orang kulit hitam sangat memprihatinkan. Mereka mendapat perlakuan diskriminatif
dengan diciptakannya aturan-aturan pemisahan tempat antara kulit putih dan
kulit berwarna pada fasilitas-fasilitas umum. Rosa Park seorang wanita tua
kulit hitam di Alabama ditangkap gara-gara tak memberikan tempat duduk kepada
penumpang lelaki kulit putih di sebuah bis. Ya, perlakuan diskriminasi
diciptakan mulai dari sekolah, tempat duduk di bis, kereta, hingga kamar mandi.
Segregasi dalam hal ekonomi dan peluang kerja makin memperburuk nasib orang
kulit hitam. Mereka tak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, diskriminasi
gaji dan kecilnya kesempatan kerja membuat tingkat pengangguran pada ras kulit
hitam meningkat tajam.
I Have A
Dream begitulah
pidato Martin Luther King tahun 1963 yang fenomenal, di depan 250.000 orang
pendukung perjuangan hak-hak sipil di Lincoln Memorial. Pidato itu menuntut
semua pihak untuk mengakhiri faham rasialis di Amerika, baik fihak pemerintah,
legislatif, yudikatif, maupun masyarakat Amerika.
" Setelah
100 tahun Lincoln membebaskan sistem perbudakan, Negro masih belum bebas.
Kehidupan orang Negro masih sangat menyedihkan akibat belenggu segregasi dan
rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudian orang Negro masih hidup terasing
dalam pulau kemiskinan ditengah-tengah lautan kemakmuran. Seratus tahun
kemudian Negro masih mendekam di sudut - sudut kumuh Amerika dan menemukan
dirinya terasing dari tanahnya sendiri...."
Dan pidato
yang melegenda itu akhirnya menjadi tonggak dari pergerakan hak-hak sipil di
Amerika. Tahun 1968 Martin Luther ditembak dan mati.
***
40 tahun setelahnya,
seorang Obama yang berkulit hitam dengan ayah warga negara Kenya telah merubah
sejarah Amerika dengan menjadi Presiden Pertama Kulit Hitam di negara Super
Power itu. Impian Martin Luther King terwujud, suatu hari akan ada bukti di
Amerika bahwa semua manusia diciptakan sederajat. Suatu hari anak bekas budak
dan anak bekas majikan bisa duduk bersama dalam meja persaudaraan.
Ya, Obama
membuat sejarah yang mencengangkan bagi Amerika Serikat. Ia mampu mengalahkan
kandidat kuat Demokrat Hillary Clinton di pemilihan umum awal yang ketat, Ia
juga bisa melewati masa-masa sulit walau diterpa isu tak punya akte kelahiran,
juga isu telah pindah kewarganegaraan Indonesia karena diadopsi oleh Lolo
Soetoro, seorang mahasiswa muslim Indonesia yang menikahi ibunya, kemudian
pindah ke Indonesia. Semua rintangan dan isu seolah tak berarti ibarat bola
salju sudah menggelinding, maka ia makin membesar dan tak tertahankan.
Puncaknya adalah ketika Obama mengalahkan kandidat dari Partai Republik Mc Cain
dengan telak.
Dalam pidato
kemenangannya di kota tempat tinggalnya Grand Park Chicago, Obama mengatakan
sesuatu yang monumental:
" Jika ada ... siapapun di luar sana yang masih
menyangsikan; bahwa Amerika adalah tempat dimana segala sesuatu hal itu
mungkin, ... siapapun yang masih meragukan; bahwa impian para pendiri bangsa
ini masih tetap hidup pada masa kita,.... siapapun yang masih bertanya-tanya;
tentang kekuatan dari demokrasi kita; ... malam ini adalah jawabannya."
Ya, selama 232
tahun setelah kemerdekaan, kini anak kecil kulit hitam bisa bermimpi tentang
cita-citanya; tidak hanya sekedar jadi dokter, insinyur, ahli komputer,
melainkan bisa jadi presiden. Barrack Hussein Obama, Presiden ke 44 Amerika
Serikat, Presiden Pertama yang berkulit hitam. Sebuah era baru dimana 140an tahun lalu, seorang kulit hitam,
seorang budak yang tak memiliki hak-hak sipilnya, yang hanya bisa diperas
keringatnya, kini bisa mendiami Gedung Putih dan menjadi salah satu orang yang
paling berkuasa di dunia.
Kemenangan Obama adalah sebuah
katarsis nasional dikarenakan keterpurukan Amerika di era Presiden Bush dalam
bidang ekonomi, juga beban berat karena menanggung perang berkepanjangan di
Timur Tengah dan Asia Selatan. Maka slogan slogan Perubahan menggema di setiap
sudut Amerika. Yes We Can ... Si Se Puede ... Ya Kita Bisa.