Seorang polisi pelanggan sushi bernama John sering duduk di sushi bar. Orangnya gempal, suka bercerita yang lucu-lucu, mimiknyapun kocak, bisa menirukan ratusan ekspresi wajah. Barangkali kalau tak jadi polisi ia pantas menjadi seorang komedian. Di Amerika, panggung stand up comedy selalu dipenuhi pengunjung.
Suatu malam John si polisi kocak itu menceritakan tentang Dua Pria Kulit Hitam sedang berada di dalam sebuah mobil. Si kulit hitam pertama berusia 24 tahun, dan kedua berusia 13 tahun. Si John lantas memberikan pertanyaan,"Siapa yang nyetir?"
Pertanyaan konyol, si John memang suka begitu. Tentu semua orang tahu jawabannya, Mr Chong si kepala sushi chef -- sambil membuat nigiri Salmon, menjawab pertanyaan itu," The old one."
Akupun setuju dengan jawabannya, tentu yang berumur 24 tahunlah yang nyupir kemudi, karena dia sudah berhak mendapatkan SIM.
Tapi sungguh diluar dugaan, jawaban kita disalahkan oleh si John. Si polisi kocak itu malah memasang mimik mencemooh seolah kita orang bego. Tapi masak iya si pengemudinya usia 13 tahun itu pikirku dalam hati.
Si John lantas berakting memasang mimik wajah menyuruh kita untuk menyerah. Kamipun menyerah. Dia kemudian menjawab dengan singkat," Me."
"Whaaat?"
" Yes, I am behind the wheels.", kata si John sambil tertawa penuh kemenangan. Ternyata kedua pria kulit hitam itu baru ditangkap John. Mereka habis merampok sebuah toko mini market, diborgol dan dimasukkan ke dalam mobil polisi.
Joke yang agak-agak nyrempet "ras" dan mencemooh itu lantas tak membuat orang kulit hitam naik pitam. Di atas panggung stand up comedy, seorang komedian dengan gayanya masing-masing bebas mencela dan melucu tentang apa saja, siapa saja; entah itu gembel, aktris atau presiden, mulai dari ras hispanik, kulit hitam sampai kaukasia. Ada istilah White Trash yang ditujukan kepada kaum kulit putih yang suka bikin onar, mabuk-mabukan dan tak punya pekerjaan.
Fenomena penyakit sosial dengan tingginya tingkat kriminalitas di Amerika adalah salah satu bahan utama para komedian untuk melawak. Mulai dari kampung-kampung Ghetto yang berisi orang - orang miskin, pengangguran, prostitusi terselubung, sampai peredaran senjata gelap dan narkotika; itu semua adalah realita dan ditangan para komedian diubah menjadi sebuah cerita lucu dan segar, atau seringkali konyol dan getir. Bisa dibayangkan dari populasi orang dewasa Amerika yang berjumlah 230 jutaan, ternyata dari 100 orang dewasa ada satu orang yang hidup di balik jeruji besi. Adalah hal yang biasa terdengar di televisi tentang tindak kejahatan di sana sini, dan kenyataannya ras kulit hitam mempunyai rasio tertinggi yaitu 1 diantara 9 orang kulit hitam usia 20 - 34 tahun hidup di penjara.
Tindakan mencemooh yang dibungkus lawakan tidak bisa dikategorikan sebagai sebuah tindakan "Crime Hate" alias Kejahatan karena rasa benci terhadap ras, warna kulit, agama, atau asal bangsa seseorang. Siapapun yang berniat atau mencoba melukai, mengintimidasi atau menghalangi orang lain, karena ras, warna kulit, agama, atau suku bangsa, karena si korban akan menghadiri satu diantara enam aktifitas yang dilindungi negara; seperti mengunjungi sekolah, fasilitas umum, mendaftar pekerjaan, menjadi juri dalam persidangan atau voting.
Cela mencela dalam panggung lawak adalah hal yang biasa di Amerika, bahkan ketika seorang Mike Tyson hadir sebagai salah satu tamu dalam acara tivi komedi, Roaster, dan kemudian ia dicela habis-habisan oleh para komedian atau bintang tamu lainnya dengan menirukan gaya ngomong Mike yang bindeng dan kasar, mengomentari tatto di wajahnya sebagai tindakan "bodoh", gigitan kupingnya yang konyol, si Mike Tyson hanya tertawa-tawa sambil sesekali bilang "shit".Sungguh dikulik tentang masalah pribadi atau dicemooh mengenai tingkah lakunya di depan umum dan disiarkan tv amatlah menyakitkan hati -- walaupun itu dibungkus dengan kalima-kalimat humor. Apalagi ini mencela seorang Mike Tyson yang temperamen dan punya pukulan mematikan, sungguh dibutuhkan nyali tinggi untuk berani "mengejek" Mike Tyson.
Hebatnya si Leher Beton ternyata bisa mengendalikan amarahnya menerima ejekan-ejekan yang memerahkan telinga. Ia tak terpancing emosinya untuk memukul Steve O si pemeran Jack Ass. Ia juga tak terpancing ketika Steve O memohon-mohon untuk merasakan kerasnya pukulan si petinju legendaris itu, hingga akhirnya Steve O lah yang berlari ke arah petinju leher beton dan menerjangkan mukanya ke kepalan tangan Mike Tyson.Dibutuhkan sebuah kebesaran hati alias "big heart" untuk menerima semua celaan. Aku lantas teringat dengan Tukul Arwana di Indonesia, barangkali dialah satu-satunya komedian di Indonesia yang punya hati besar untuk dicela.