Mr Wang Chuan si 'delivery man' berperawakan sedang, ukuran kepalanya besar, berkacamata minus, serta fasih dan jelas berbahasa Inggris. Ia adalah orang yang suka ngobrol, juga suka membaca. Ia tak pernah lupa membawa 'e-reader' bikinan China yang ukurannya setebal buku novel ke restoran. Ada kebiasaan unik ketika membaca, ia selalu meencari tempat yang remang-remang. Ketika kutanyakan, ia menjawab - sudah kebiasaan. Lantas ia bercerita - waktu kecil dulu keluarganya di China tak mampu berlangganan listrik sehingga kalau belajar ia hanya memakai lampu teplok. Kebiasaan itu akhirnya terbawa sampai sekarang. Entah cerita itu benar atau bohong, sambil menunggu order delivery datang – ia menghabiskan waktunya dengan membaca.
Suatu sore ketika sedang rehat makan malam, Wang Chuan ngobrol tentang kuatnya tradisi bangsa Eropa dan Amerika dalam mendokumentasikan penelitian-penelitian ilmiah mereka. Salah satunya mengenai karya Darwin, tentang teori evolusi yang sangat kontroversial. Pernah sekilas kudengar, antara ilmuwan dan agamawan berbeda pendapat tentang asal – usul manusia pertama yang ada di bumi.
Hal yang kusuka dari Wang Chuan, ia selalu menggunakan perumpamaan sederhana untuk menjelaskan teori-teori berat macam itu. Mengenai Seleksi Alamnya Darwin, Siapa yang kuat akan terus melangsungkan hidupnya, Wang Chuan mengambil contoh seekor induk harimau yang menggiring anak-anaknya meninggalkan daerah tandus - musim panas di Afrika. Karena panas terik yang menyengat serta tidak menemui buruan, maka dalam perjalanan si induk harimau itu mati. Bagaimana nasib anak-anaknya? Karena hukum alam, anak-anak harimau itu juga akan mati. Mereka masih tergantung kepada induknya, belum dibekali naluri untuk mempertahankan hidup, untuk mencari mangsa, atau menghindar dari keadaan bahaya.
Adaptasi dengan lingkungan adalah faktor penting dalam kelangsungan hidup makhluk hidup. Seperti halnya jerapah yang berleher panjang karena (ada dugaan) mereka beradaptasi dengan pohon-pohon sumber makanannya. Demikian pula Beruang Kutub yang mempunyai kaki lebih kuat untuk berjalan di atas es sekaligus untuk berenang, juga bulunya lebih tebal untuk menahan dingin, serta berleher lebih panjang untuk mencari buruan di dalam lubang persembunyian.
Demikian pula ketika Wang Chuan mencontohkan bahwa gempa bumi yang terjadi di kota kelahirannya, Sichuan Mei 2008, dan mengakibatkan ribuan nyawa melayang - adalah salah satu bentuk dari seleksi alam. Dalam nada bicaranya tak kudengar nuansa kesedihan sedikitpun tentang korbannya (barangkali saudaranya). Seolah gempa bumi adalah sebuah kejadian natural yang terjadi karena pergeseran atau patahan dalam lempeng bumi. Barangkali kalau gempa bumi itu terjadi di Indonesia, tentu persepsi kita akan langsung tertuju pada keberadaan Sang Pencipta. Sebuah konsep “Kehendak Mutlak” yang tak bisa ditawar – tawar. Selanjutnya, ada sebagian masyarakat yang menilai gempa bumi itu sebagai sebuah “Cobaan” dan sebagian lain menterjemahkannya sebagai “Kutukan”.
Kembali pada si tukang antar makanan, Wang Chuan kemudian berbicara pada titik kontroversinya: kalau kita percaya teori evolusinya Darwin, bahwa manusia adalah evolusi dari bangsa kera, lantas yang jadi pertanyaannya adalah: Ada satu titik, satu masa, dimana kera itu berubah jadi manusia. Kapankah itu?
Sebuah pertanyaan yang susah untuk menjawabnya. Hingga kinipun, ilmuwan belum bisa menemukan mata rantai yang terputus antara kera dan manusia. Aku yang hanya pembuat sushi jelas tak mampu menjawabnya. Menurut yang aku tahu, manusia pertama yang ada di bumi adalah Adam dan Hawa. Itu yang diceritakan guru agamaku waktu sekolah dulu.
Akhirnya (ketika melihat aku bengong saja) Wang Chuan menjawab pertanyaan kontroversialnya tadi, dengan nada dan intonasi yang seolah meyakinkanku,
” Ada satu masa, satu waktu, ketika kera itu sedang duduk di atas bukit, menatap indahnya panorama sore hari, dan bertanya pada dirinya sendiri,” Who am I ? ” Siapakah Saya.
Sungguh jawaban itu diluar dugaanku. Barangkali Wang Chuan ingin menegaskan bahwa kera itu sudah mulai bertanya-tanya siapa sebetulnya dirinya. Bukankah itu sebuah esensi kehidupan manusia? Mempertanyakan jati dirinya? Eksistensi dirinya? Dalam alur berpikirnya, Wang Chuan selalu menyisakan sebuah sarkasme yang kental dalam tema-tema yang diceritakannya. Sebuah humor yang disertai ironi. Apapun itu, saya selalu menunggu Wang Chuan menceritakan hal-hal menarik dan lucu. Alih-alih untuk mengusir suasana jenuh bekerja seharian di restoran.
Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap Di Amerika
Thursday, May 13, 2010
MR WANG CHUAN SI PENGANTAR MAKANAN MENERANGKAN TEORI DARWIN
Posted by Janu Jolang at 1:05 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment