Friday, June 17, 2011

KREATIFNYA PENGEMIS – PENGEMIS INDONESIA

Seperti pernah kubandingkan, pengemis di Amerika tak ada seujung kukunya dengan pengemis di Indonesia. Pengemis di Jakarta tak pernah 'mati-gaya' selalu ada cara-cara baru dalam mengemis.

Salah satunya yang membuat jantungku berdebar – debar adalah seorang yang bertampang “brengos”, masuk ke dalam bis, dan “berlagak” seolah-olah kriminal yang baru saja keluar dari penjara.

Dia bilang begini kepada penumpang bis:” Para penumpang bis yang budiman, saya sebetulnya malu mengatakan ini kepada Anda sekalian. Hari ini saya barusaja keluar dari penjara Cipinang dan saya ingin pulang ke kampung saya di Serang. Terus terang saya tak punya bekal dan (sambil mengehunus gagang pisau yang diselipkan diantara celananya) saya meminta dengan hormat saudara bisa sedikit menolong saya sekedar beramal untuk ongkos saya pulang ke Serang. Mohon perhatian saudara saudara sekalian, saya pernah merasakan betapa keras dan susahnya hidup di penjara, jadi jangan bikin saya terpaksa menggunakan kekerasan dan kembali lagi ke penjara.”

Wooow dalam hati aku “keder” juga mendengar ancaman si pengemis yang tampangnya “preman” itu. Terpaksa kurogoh saku dan kurelakan jatah rokokku hilang. Menurutku, cara dia mengemis sungguh kreatif. Kreatif bro ... cuma ini udah “ngeganggu” ketentraman sosial. Kita-kita merasa terintimidasi dengan tingkah polahnya.

Dilain waktu ketika aku naik KRL jurusan Beos, ada seorang pengemis tua yang kehilangan anggota tubuhnya dari lutut ke kaki. Dengan dibalut perban yang seolah-olah masih berdarah, pak Tua itu merangkak di lantai kereta sambil menghiba-hiba kepada penumpang. Peran dia sebagai “mantan” Penderita Kusta -- sangat mengena dihati penumpang. Herannya, pengemis serupa kutemukan juga di perempatan lalu lintas, dan tempat keramaian lainnya. Peran yang mereka tampilkan “seragam”, membuat para dermawan merasa iba sekaligus jijik melihat luka yang masih berdarah (dan jangan-jangan menular).

Memang kata temanku Rohman, Indonesia adalah surganya para pengemis. Aku sampai kaget mendengar bayi yang disewakan 75. 000 rupiah perhari buat mengemis, juga orang buta yang bertarif 150.000 rupiah perhari. Dalam hatiku bertanya, “Modal awalnya aja sudah 75.000 atau 150.000 rupiah. Lantas si pengemisnya dapat berapa?”

Dan makin kaget aku dibuatnya ketika Rohman mengatakan bahwa pengemis orang buta bisa bikin antara 500.000 sampai 800.000 rupiah seharinya. “ Wah kalo dirata-rata 600.000 ribu dan “ngemis” 25 hari, berarti pendapatannya 15 an juta rupiah sebulan. Ngalah-ngalahin pegawai negeri dong?”

“ Iya. Ada mafianya, ada yang mengkoordinir. Mereka punya daerah masing-masing. Tiap pagi mereka di drop dan malamnya di jemput. Jangan harap bisa ngemis di perempatan Coca – Cola kalau nggak ada lampu hijau dari preman si empunya daerah situ.”

Aku masih terheran-heran dalam hati mendengar penjelasan si Rohman. Jujur penghasilan pengemis di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan upah minimum rata-rata di negara Amerika. Di negara bagian Virginia, seorang bekerja full time 8 jam dibayar $ 7.25 perjam, dan hanya mendapatkan USD 58 sehari. Seminggu mendapat $ 290, dan sebulan $ 1160. Dengan pajak pendapatan yang bervariasi antara 10 sampai 20 an persen. Kita bisa mengantongi pendapatan bersih sekitar $ 1000 an alias 9 juta rupiah (kurs 1 dollar setara 9000 rupiah).

Pantesan pengemis Indonesia kreatif karena selain pendapatannya besar, saingannya banyak. Mereka juga berfikir tentang inovasi ketika satu cara sudah nggak mendatangkan duit lagi. Dahulu kala ketika aku masih kecil, pengemis datang ke rumah – rumah meminta sedekah dengan tulus. Jika tak ada uang didapat, mereka mau menerima makanan sisa, atau baju-baju bekas. Pengemis sekarang “boro-boro” mau dikasih baju bekas, maunya hanya uang.

Dahulu pengamen hanya memakai kecipring, ketipung dari kaleng, atau kotak kayu dengan tiga senar dari karet. Dan ketika kita bilang “sanese mawon” atau menolak secara halus, mereka segera pergi. Tetapi sekarang, pengamen lebih “garang”. Ketika dikasih 100 rupiah, duit itu dilemparkan kembali kepada kita disertai umpatan dan caci maki.

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap di Amerika

Thursday, May 19, 2011

PERILAKU BINATANG

Hari ini aku ngobrol dengan Wang Chuan si delivery man tentang perilaku binatang.

Dalam sebuah penelitian ilmiah ternyata binatang ( dalam percobaan ini seekor anjing) punya pemahaman kalau diberi latihan yang berulang.

Ketika sebuah lonceng dibunyikan, berarti itu tanda makan tiba. Si anjing akan bereaksi dengan ekspresi girang, air liur menetes, dan perut keroncongan. Bahkan ketika bel itu dibunyikan dan makanan tidak datang si anjing tetap berekspresi kegirangan, air liur menetes dan perut keroncongan. Dalam hal perilaku anjing dengan lonceng yang dibunyikan, konon hasil penelitian itu diaplikasikan oleh agen-agen rahasia atau militer sebagai alat teknik mencuci otak, propaganda atau mendoktrin seseorang.

Demikian pula ketika sebuah peternakan babi yang berisi betina-betina unggul, dan kemudian didatangkan seekor pejantan babi tangguh. Dalam radius puluhan meter si babi betina itu bisa mencium kedatangan si babi jantan dan bereaksi secara hewani dengan mondar mandir nggak karuan, gelisah, dan berahi mulai meningkat. Dalam hal merangsang berahi, hasil pengamatan itu konon dipakai oleh salah satu perusahaan parfum untuk menciptakan parfum yang bisa merangsang dan menarik lawan jenisnya.

Aku lantas teringat sebuah buku, Sofie World yang dalam satu bagiannya menceritakan tentang seekor ayam dan seorang perempuan.

Setiap pagi si perempuan itu membawa ember yang berisi pakan untuk si ayam. Ketika mendengar langkah kaki dan bunyi ember, si ayam berkotek kegirangan tak sabar. Hal itu berulang dan menjadi kebiasaan hingga suatu hari si perempuan itu membawa ember tetapi tidak berisi makanan melainkan sebilah pisau. Tak lama kemudian si ayam itu menemui ajal karena disembelih untuk hidangan makan malam.

Sungguh cerita itu memberi kesan dalam bagiku. Apa yang selama ini kita pahami sebagai sebuah kenyataan, sebuah kebenaran, ternyata ada batasnya. Kadang kita mendasarkan keyakinan-keyakinan kita hanya pada pengalaman empiris yang kita alami saja, tetapi kadang kita lupa bahwa sebuah kebenaran bisa datang dari mana saja. Bisa dari buku, pengalaman orang lain, atau peristiwa yang tidak kita alami sekalipun. Kalau kita percaya Tuhan, kadang sebuah kebenaran akan ditunjukkan lewat kuasaNya.

Dalam hal cerita ayam dan perempuan, bagiku pribadi : sebuah pikiran yang selalu terbuka dan selalu kontemplasi adalah cara kita bisa mencapai sebuah pencerahan hidup....

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap Di Amerika

Saturday, April 23, 2011

OJEK SETAN

AMAT SUSAH MENCERITAKAN LELUCON YANG BAGI AKU (ORANG INDONESIA) LUCU – TAPI TIDAK LUCU BAGI ORANG AMERIKA

Tadi malam aku online di Yahoo Messenger dengan teman-teman lama yang berada di Indonesia. Dalam chatting 'keroyokan' itu kita 'ngobrolin' cerita hantu yang mengerikan. Si Engki teman SMA-ku dulu itu memang orang yang suka bercerita, entah itu cerita jorok, lucu, atau yang sedih, si Engki senang mendramatisir cerita-ceritanya.

Tentang cerita hantu, si Engki cerita kalau akhir-akhir ini di Jakarta terutama di sekitar pasar Minggu sedang heboh berita OJEK SETAN yang bergentayangan. Ojek Setan itu sukanya memangsa ibu-ibu pada pagi hari menjelang subuh, selesai mereka belanja dari Pasar Minggu. Ciri Ojek Setan itu mengendarai Honda bebek buntung, 'ngetem' di tempat gelap, dan bunyi knalpotnya seperti peluit atau mirip suara penjual kue putu. Ojek Setan ditengarai keluar hanya kalau cuaca gerimis atau hujan.

Alkisah seorang ibu baru pulang belanja dari Pasar Minggu dan 'nyetop' si Ojek Setan. Subuh itu memang gerimis, berkabut, dan udara dingin. Setelah si ibu naik motor, si Ojek Setan langsung membawa motornya dengan kencang, tancap gas, terus tancap gas - sampai pol. Si ibu was-was ketakutan, “Bang, bawa motornya jangan kenceng-kenceng, dong”.

Si Ojek Setan tak peduli, biar jalan licin dia tetap tancap gas. Si ibu makin panik, konsentrasinya terpecah antara barang belanjaan dan keslamatannya. Dalam ketakutan si ibu bilang, “ Masya Allah!!, Bang pelan – pelan napa”

Si Ojek Setan itu tidak menggubris teriakan si ibu, Ia tetap melajukan motornya dengan kencang. Akhirnya si ibu saking jengkel bercampur takut mencubit pinggang si tukang ojek. Tak disangka-sangka si tukang ojek itu memperlambat laju motornya. Si ibu sedikit lega. Ia kemudia menepuk punggung si tukang ojek sambil menunjuk ke depan jalan untuk mengisyaratkan gang di depan belok kiri. Dalam hati si ibu membatin jangan-jangan si tukang ojek ini memang 'budeg' alias tuli.

Tak lama kemudian akhirnya motor sampai juga di tujuan. Barangkali si ibu tidak mengetahui kalau Si Ojek Setan memang suka beraksi ketika si korban sudah di depan rumahnya. Dan ketika si ibu sudah turun dari motor dan menanyakan kepada si Ojek Setan,”Berapa ongkosnya bang?”.

Si tukang ojek hanya diam saja, ia hanya mengisyaratkan pakai bahasa jari dengan menunjukkan 3 jarinya berulang – ulang kepada si ibu. Si ibu membatin jangan-jangan dia bisu juga. “3000 perak ongkosnya, bang?”, tanya si ibu lagi.

Si Ojek Setan mengulang isyarat 3 jarinya berulang – ulang tanpa ekspresi wajah samasekali. Si ibu kemudian mengeluarkan uang 10.000an dan menyerahkan kepada si tukang ojek. Setelah menerima uang dari si ibu, tanpa ba-bi-bu si tukang ojek langsung ngacir tancap gas.

Tinggal si ibu bengong, dan mengumpat, “DASAR... OJEK SETAAAAN!!!!”

Ha..ha...ha...ha. Cerita si Ojek Setan (bagiku) lucu. Ada sebuah pemahaman yang dibelokkan. Kalo orang Jogja bilang 'Plesetan”. Berawal dari persepsiku tentang kengerian sosok setan dan tiba-tiba berubah menjadi kekonyolan perilaku si tukang ojek yang 'ngemplang' duit kembalian dan dikata-katai 'setan' oleh si ibu.

Sungguh menceritakan lelucon di atas kepada orang Amerika amatlah susah. Barangkali mereka tak bisa memahami dimana letak kelucuannya. Mereka tidak takut setan karena kebanyakan orang Amerika tidak percaya setan. Juga tentang kelucuan umpatan si ibu menggunakan kata 'setan' juga tidaklah umum di sini. Biasanya mereka mengumpat pakai kata-kata: Mother f***ker, f*ck, shit, bitch, damn, bastard, dll. Lebih baik lelucon ini keceritakan saja kepada sesama orang Indonesia.


Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap Di Amerika

Thursday, March 10, 2011

KUDA LARI

Hari ini aku mendengar kabar dari Salwa, kalau kamar 127 ditinggal kabur penghuninya. Kebetulan yang menempati Melly anak Indonesia. Salwa ditanya oleh Mrs. Linda, manager gedung yang galak tentang keberadaan si Melly. Salwa yang kenal baik dengan si Melly menjawab tidak tahu. Untuk urusan minggat, Melly tak pernah menyinggung-nyinggung sedikitpun. Gosipnya, si Melly pulang ke Indonesia.

Ketika aku berangkat kerja, memang benar kulihat dua orang pegawai apartemen sedang mengangkuti barang – barang dari kamar si Melly dan meletakkannya di trotoar pinggir jalan. Ada selimut, rak buku, tape compo, beberapa buku (kulihat salah satunya kumpulan resep masakan Indonesia), dan cd – cd dangdut koplo bajakan.

Terus terang hatiku rada was – was ketika ada anak Indonesia yang tinggal di apartemen berulah atau melakukan hal – hal yang 'nyerempet – nyerempet' bahaya. Bukannya apa – apa, statusku yang sesama orang Indonesia dan sekaligus pendatang gelap membuatku ketakutan kalau – kalau ada aparat yang menyelidik lebih jauh.

Istilah “kuda lari” untuk sebutan minggat tanpa bayar sudah berulangkali dilakukan oleh anak – anak Indonesia. Kadang aku tak habis mengerti, apakah mereka – mereka itu tidak memikirkan dampaknya bagi kita – kita yang masih tinggal di apartemen. Masuk akal jika pihak manajemen gedung akhirnya mencap kita sebagai orang -orang yang bercitra buruk, curang, atau kriminal. Ujung - ujungnya, setiap langkah dan gerak – gerik kita selalu diawasi dengan tatapan mata curiga.

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap di Amerika

Saturday, February 5, 2011

NO .... NO AMBULANCE

Jam 2 siang di depan apartemen kulihat bu Joko jalan terpincang-pincang dituntun mbak Supiyati sambil meringis kesakitan. Ketika kutanyakan, bu Joko menjawab,” Oalaah kaki saya barusan kejepit pintu bis dan jatuh kesleo mas...”

Kulihat pergelangan kaki bu Joko memang bengkak. “ Nggak dibawa ke Rumah Sakit bu Joko?”, tanyaku. “ Ah diparem saja nanti juga sembuh kok, mas.”, kata bu Joko.

“ Ini gara-gara supir bisnya teledor, wong kaki saya belum turun semua pintunya sudah ditutup. “, tambah bu Joko.

Mbak Supiyati pun menimpali, “ Supir bisnya memang brangasan, jelalatan.”

Mbak Supiyati lantas melanjutkan ceritanya tentang si supir bis yang mau menelpon ambulance," Should I call ambulance?" kata si supir bis dengan cengengesan.

Bu Joko langsung teriak sambil menahan sakit, " No ... no.. No ambulance."

Sungguh jawaban itu bagi orang Amerika (kebanyakan) dirasa agak aneh, kaki bengkak dan kesakitan kenapa bu Joko malah menolak dipanggilkan ambulance. Bagi mereka, urusan memanggil ambulance dalam keadaan emergency adalah hal yang umum, asuransi mengcover semua biaya ambulance, paramedis dan perlengkapannya.Tapi untuk para imigran yang tidak berasuransi (apalagi pendatang gelap), urusan memanggil ambulance bisa menjadi urusan yang panjang.

Seperti diketahui, di Amerika yang kapitalis ini tidak ada istilah gratis, nothing is free in America. Untuk memanggil ambulance setidaknya kita harus membayar 800 - 1000an dollar, belum termasuk perawatan rumah sakitnya. Jadi bisa dibayangkan kalau bu Joko menolak untuk dipanggilkan ambulance -- hal itu bisa dimaklumi. Ia pasti membayangkan tagihan 1000an dollar untuk biaya kakinya yang kesleo."Mending duite tak kirimke anakku neng Jowo", kata bu Joko dalam bahasa Jawa.

Benar, kalau ngomong soal kegesitan petugas ambulance maupun fire fighter di Amerika,tak usah diragukan lagi mereka mempunyai standar tinggi dalam hal pertolongan pertama dan penyelamatan. Dua menit pertama (setelah panggilan) adalah waktu yang sangat - sangat krusial. 5 menit adalah target utama yang harus dicapai para petugas ke TKP. Batas waktu maksimal untuk panggilan 'emergency' entah itu ambulance atau firefighter adalah dibawah 10 menit.

Mengacu dari standar itu, pernah kubaca di surat kabar, sebuah developer perumahan yang merencanakan akan membangun komplek perumahan baru ditolak oleh dewan kota karena setelah diteliti ternyata petugas ambulance dan pemadam kebakaran tidak bisa menjangkau daerah tersebut dalam waktu 10 menit.

Berbeda dengan di Indonesia, Jakarta khususnya, sering aku melihat berita di tv, banyak nyawa melayang gara-gara tidak ada petugas ambulance datang. Boro-boro datang, ini sudah dianter becak ke Rumah Sakit, tapi malah ditolak karena si korban nggak punya duit. Temanku Zuhri yang keserempet Metro Mini dibiarkan tergeletak di pinggir jalan, dengan darah mengucur dari tubuhnya selama 40an menit -- sampai pak polisi datang. Dan ketika tubuhnya digeletakkan di bak terbuka nyawanya sudah tak tertolong lagi.

Lain hari ketika terjadi kebakaran di komplek permukiman umum, Petugas Pemadam Kebakaran malah sibuk berantem sama warga gara-gara rebutan selang, telat datang, atau air pompanya 'asat'. Ya ujung-ujungnya duit. Untuk membiayai Petugas Paramedis dan Pemadam Kebakaran yang profesional dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Khusus armada ambulance beserta paramedisnya, untuk sebuah kota atau county di sini membutuhkan dana 500an ribu dollar. Duit itu digunakan antara lain untuk: Regular payroll, Overtime, Life insurance, Professional services – dispatch, Equipment rentals, Travel, meetings & training, dll.

Nah sekarang giliran penutupnya yang nggak enak didengar: Kapan kita mempunyai fasilitas layanan ambulance beserta paramedisnya, at least dalam standar yang minimal. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan.


Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap Di Amerika

Monday, January 17, 2011

CerpenRantau: Cacat Cacat Cinta

Malam telah larut suasana sunyi, hanya bunyi jengkerik dan sesekali lolongan anjing memecah keheningan. Rumah joglo dengan aksen ukiran jawa itu tampak asri menyatu dengan aneka bunga di taman yang tertata indah. Rias Pengantin dan Salon Kecantikan “ Jeng Yuli”, demikian papan nama terpampang di depan rumah. Konon nama dagang itu sedang naik daun karena ketelatenan dan kepiawian pemiliknya.

Keheningan menyimpan suasana mencekam malam itu. Sayup-sayup dari dalam rumah terdengar isak tangis Yuli. Ia sedang meratapi tubuh kekasihnya yang tengah meregang nyawa. Sudah pukul 3 pagi, tiba-tiba petugas ronda dikejutkan oleh raungan kesetanan dari rumah itu. Mereka bergegas mencari tahu.

“Jangan tinggalkan aku sayang... Cintaku hanya untukmu,” tangis Yuli.

Romi barangkali tak mendengar, Ia menggelepar di atas tempat tidur luks di kamar utama. Kamar itu khusus dirias Yuli layaknya kamar pengantin. Bau wangi kembang setaman, asap dupa ratus, minyak cendana, dan alunan lirih gending “Kebo Giro” jadi ritual terakhir yang mengantarkan mereka ke pelaminan abadi. Darah mengucur dari leher Romi laksana semburan minyak keluar dari perut bumi. Matanya membelalak tak bisa bernafas.

“ Kenapa kamu tega melakukan itu semua, Romi? Hidupku tak lagi berarti tanpa kehadiranmu,” tangis Yuli.

Jujur, andai setiap pasangan kekasih -- paling tidak sekali tempo pernah terlintas dalam pikiran -- menginginkan kekasihnya cepat mati, tidak demikian dengan Yuli. Ia seorang yang penuh kasih dan telaten. Rasa memilikinya sangat kuat. Boneka lusuh sejak masa kanak-kanak, bulu – bulu ayam dalam lembaran buku, surat – surat kumal, juga puisi dan catatan harian dimasa kecil, semua masih dirawat dan tersimpan rapi di lemari. Yang agak menjijikkan dan bikin heran adalah koleksi bekas aneka luka (mungkin kejadiannya sudah bertahun-tahun lampau) yang disimpan dalam sebuah kotak terkunci. Ada darah yang sudah mengering pada perban, tensoplas, sarung bantal, dan bercak – bercak darah di saputangan. Barangkali semua luka-luka itu menyimpan cerita tersendiri.

Yuli jauh dari tipe seorang narsis yang sibuk mencintai diri sendiri atau selalu membela diri, atau pribadi dengan 1001 alasan. Ia pribadi yang selalu menebar kasih sayang di sekelilingnya, membawa aroma keibuan, dan tahu apa yang diinginkan orang lain.

Petugas ronda memanggil dengan suara keras di depan pintu. Mieke, sahabat Yuli sejak masa kanak-kanak sekaligus asisten dalam merias pengantin terbangun geragapan. Instingnya segera menuntun ke kamar utama. Hati Mieke tercekat ketika dilihatnya kedua kekasih itu bersimbah darah.

Romi dan Yuli adalah pasangan serasi. Kekasih sekaligus partner bisnis dalam menjalankan usaha salon kecantikan, rias pengantin, persewaan baju, dan dekorasi pengantin. Mieke tak percaya mereka melakukan tindakan nekat seolah terinspirasi tragedi Romeo and Juliet. Apakah cinta mereka seheboh dengan kematian itu sendiri? Apakah cinta sejati harus berakhir dengan kematian? Dan hanya disebut cinta jika itu berakhir dengan kematian?

Kenapa mereka bunuh diri?

Petugas ronda akhirnya masuk rumah, “ Ada kejadian apa mBak Mieke?”

Mieke tak kuasa menjawab, tangannya menunjuk ke arah tempat tidur berselambu ungu dimana kedua kekasih itu meregang nyawa..

“ Masya Allah ...nDan. Ada pembunuhan. Tapi ...sepertinya mereka masih hidup, nDan,” seru petugas ronda pada atasannya.

****

Dua tahun lalu, Mieke mengenalkan Romi pada Yuli. Romi salesman seragam sekolah, ketika itu mau potong rambut.

Disela-sela perbincangan yang hangat, Mieke memberitahu Yuli kalau Romi bisa mencarikan perlengkapan pernikahan yang berkwalitas dengan harga murah. Romi tahu dimana mencari beskap, jarik, dodhot, selop, keris, dan aneka keperluan pengantin lainnya. Ramah, tampan dan suka menolong itulah yang membuat Yuli jatuh hati.

Dan cinta Yuli tidak bertepuk sebelah tangan, Romi menerimanya dengan sukacita. Persemaian cinta mereka tumbuh dengan pesat seiring usaha yang mereka jalankan bersama. Jadilah mereka berpacaran sekaligus berpartner bisnis. Yuli yang telaten sekaligus ahli potong rambut dan rias pengantin, didukung Romi yang ramah, supel dan ulet. Keduanya mampu mendatangkan pelanggan baru dan berhasil mengembangkan usaha hingga dikenal luas.

Tubuh Yuli lemas, darah mengucur dari nadi tangannya. Ia merebahkan kepala di dada Romi sambil tangannya menutup luka di leher kekasihnya dengan kain kafan. Barangkali itu akan menjadi koleksi aneka luka terakhir kalinya.

Yuli meracau tak karuan, “Aku ... tak pernah memanggilmu cahaya bintangku, .... matahariku, atau ... pelangiku. Itu hanya .... tipuan mata, .... keindahan penglihatan saja“

“ Lagipula..... itu hanya cocok untuk wanita yang mendayu-dayu, .... sok romantis bagiku. .... Oalaaah ... Romiiiiiiiii...., Kowe luwih gagah seka Janoko!!!”

Tubuh Yuli menggigil kedinginan. Denyut nadinya melemah. Mieke segera mengambil jarik dari lemari dan menyelimutkannya.

“Kenapa kau lakukan ini, Yul.” tangis Mieke.

Mieke merasa bersalah. Kalau ia tidak menceritakan kepada Yuli bahwa Romi memadu kasih dengan mbak Endang perias manten saingan bisnisnya, maka tragedi ini tak bakalan terjadi. Sungguh niatnya baik, ingin mengakurkan mereka kembali. Tapi Mieke tak menyangka Yuli yang telaten, perhatian, keibuan, dan rasa memilikinya sangat kuat itu malah bunuh diri. Semua yang ada dihadapan Mieke kini masih teka-teki.

Kenapa Yuli berpikiran sempit? Bukankah cinta hanya sekedar penyakit? Ibarat influenza yang bisa menyerang siapa saja, kapan saja, membuat lemah tak berdaya. Dengan berlalunya waktu tubuh akan menyembuhkannya sendiri. Persangkaan kesepian dan matinya impian membuat hati dan jiwa Yuli menolak cinta – cinta lain yang akan datang dikemudian hari. Bahkan ia menolak kehidupan itu sendiri. Seolah hidup sudah tak berarti lagi. Bukankah kalau mau, Yuli bisa mendapatkan laki-laki lain dengan mudah? Anak-anak muda pelanggan salon banyak yang tergiur dengan kemolekan, kekayaan, dan ketelatenannya, tapi Yuli malah menyodorkan anak-anak muda itu kepada dirinya.

Dan Miekelah yang riang gembira -- walau kewalahan melayani mereka.

Selintas timbul pikiran di benak Mieke, mungkinkah Yuli membunuh Romi? Suatu hari, waktu berangkat remaja, Yuli pernah berkeluh kesah bahwa dunia percintaannya tak seberuntung mbak Yuni kakaknya. Ia selalu dipermainkan lelaki. Mereka tak pernah serius mencintainya. Dugaan itu menguat ketika Romi -- akhirnya mengakui kepada Mieke, bahwa sebenarnya Ia tak mencintai Yuli. Romi juga mengakui sebagian uang Yuli digunakan untuk usaha barunya bersama mBak Endang.

Dasar laki-laki buaya, penipu!!

“Apakah ini takdir Tuhan? Cinta tak pernah datang padaku,” tangis Yuli.

“ Ah ndak usah mikir kedawan ta Yul, nikmati saja apa yang sudah diberikan Tuhan kepada kita,” saran Mieke.

Alkisah sepanjang hidupnya tak seorang lelakipun mencintai Yuli secara tulus hingga datanglah Romi seolah mengubah nasib percintaannya. Dunia menjadi penuh warna, mejikuhibiniu hingga jutaan warna, tidak hitam putih lagi. Dalam puisinya Yuli menuliskan dengan hati-hati perasaannya agar tak terkesan cengeng dan mendayu-dayu:

Kau mengisi jiwaku bagai malam,
yang selalu menyelimutiku
Malam yang dinginnya bisa kurasakan,
sampai ke tulang belulangku

Andai pagi berselimut hujan,
engkau tetap mengisi batinku
Bagai rintiknya,
dalam setiap gerak langkahku

Andai mentari kan tenggelam,
aku tak khawatir kehilangan terikmu, karena
Aku masih bisa merasakan,
kehangatan yang terpantul dari tanah yang kupijak



Serombongan polisi datang menggunakan mobil kijang. Mereka langsung menyebar di seputar TKP. Ada yang membawa kantong mayat, kamera digital, peralatan Olah TKP, dan pistol yang siap menyalak. Polisi menemukan sepucuk surat di samping tubuh mereka yang sudah tak bernyawa.

Surat kepada ibunya berbunyi:
Maafkan aku ibu karena telah membuang harapan disaat hidup kita mulai berkecukupan.
Ingatkah ibu ketika ayah si Agus mendamprat kita gara-gara disangkanya aku mengajak Agus pacaran? Masih ingatkan ibu ketika Pak Japar menghardik kita dengan sebutan: Dasar gembel! Dasar miskin! Semenjak itu aku bersumpah bahwa suatu saat kita akan lebih kaya dari mereka.

Sepeninggalanku, usaha Salon Kecantikan & Rias Pengantin kupasrahkan pada ibu. Biarlah Mieke meneruskan urusan sehari-hari. Dia tahu apa yang mesti dilakukan. Aku berharap rias pengantin dan salon kecantikan ini bisa lebih maju dan terkenal.

Jangan tanyakan kenapa aku bunuh diri bu. Ini sudah pilihanku. Kalau tahu hidup ini sebuah permainan yang tak mungkin bisa kumenangkan, ingin rasanya aku tak usah dilahirkan saja. Aku tak takut mati, melainkan lebih takut dikecewakan cinta. Kepedihan yang kurasakan tak bisa kutanggung lagi. Kenapa Tuhan tak pernah menghadirkan seseorang laki-laki yang mencintaiku di dunia ini? Mencintaiku dengan tulus. Mencintaiku apa adanya. Kini, biarlah aku mengikuti Mas Romi ke alam baka. Barangkali kita bisa bertemu lagi sebagai sepasang kekasih yang abadi dan seutuhnya.”


*****

Polisi menemukan keris karatan berluk 9 berlumur darah tergeletak di permadani dan mengamankan sebagai barang bukti. Kemudian mereka menanyai saksi-saksi yang ada di TKP.

“Nama?” tanya petugas kepolisian.

“ Mieke pak polisi .... eh Moko”

“ Yang tegas; ini saya catat,” kata pak Polisi.

“ Halaaah gitu aja kok senewen too, nama saya Moko alias Harmoko pak polisi,”

“ Apa hubungan Anda dengan mereka?”

“ Saya asistennya Jeng Yuli. Saya bersahabat sejak masih kanak-kanak.”

Tak lama petugas kepolisian bisa menyelesaikan kasusnya. Semua barang bukti dan saksi begitu gamblang, sepertinya amat mudah untuk menyimpulkan.

“Pelakunya diduga Wandu Ndan,” lapor petugas forensik dengan dialek Jawa kental kepada komandannya.

“ Apa?” tanya sang komandan tak mengerti.

Petugas lain menjelaskan,”Pelakunya Banci, Ndan,”

Petugas forensik disebelahnya menambahkan, “ Nama pelakunya Jeng Yuli alias Yulianto, Ndan! Dia lantas bunuh diri ...”

“Ooh ... Waria..... Wanita-Pria,” si komandan mengerti. Ia ngeloyor pergi sambil bergumam, “Waria dilawan ....”

Washington DC, 2010

Janu Jolang

Thursday, January 6, 2011

BAHKAN BAYIPUN TAK KEBAL HUKUM

Kejadian menarik ini kudapatkan dari tabloid Express pagi ini 6 Januari 2011, ketika aku menempuh perjalanan kereta bawah tanah menuju Washington DC.

Dalam rubrik Eye Openers kutemukan cerita ini:
Calon bayi yang ada dalam perut istri John Coughlin tak bisa menunggu lagi pingin cepat lahir. Buru-buru sang ayah mengeluarkan mobil dan membawa ibu dan calon anak lelakinya ke rumah sakit. Dengan kecepatan tinggi -- di perjalanan -- Mr. John dikejar polisi.

Alih-alih meminggirkan mobilnya, Mr. John malah tancap gas pol sambil menelpon 911. Kejar – kejaranpun berlangsung seru.

Setelah operator 911 memberitahu polisi pengejarnya bahwa Mr. John dalam keadaan emergensi, akhirnya mereka berbalik menjadi pengawal dan mengamankan jalan menuju rumah sakit.

Bayi Kyle lahir dengan selamat enam menit setelah tiba di rumah sakit di kota Manchester, N.H.

Setelah urusannya beres, polisi yang tadi mengejar Mr. John memberikan selamat atas kelahiran putranya sambil tak lupa memberikan tiket “speeding” karena Mr. John telah menginjak gas dengan kecepatan mencapai 102 mph. Pengadilan dijadwalkan untuk hari Senin.


Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap Di Amerika

 
Site Meter