Dalam komunitas perantau asal Indonesia, istilah 'SUSU-SAPI' bukannya segelas susu murni, melainkan punya arti tersendiri dan sangat populer dalam hal mencari pekerjaan.
”Wah susah masuk restoran A, Si Bossnya butuh 'Susu-Sapi' “
“ Si Taufik kemaren ditangkap FBI gara gara pakai Susu-Sapi Abal-abal.”
Ya .. istilah SUSU-SAPI sebetulnya adalah “kode rahasia” imigran gelap dalam menyebut SOCIAL SECURITY NUMBER (SSN), atau biasa disebut SS, secarik kertas ukuran KTP berwarna biru yang berisi nama pemiliknya dan 9 digit nomer yang dikeluarkan kantor Social Security.
Di Amerika, atau kebanyakan negara maju, Nomer SS digunakan sebagai identitas tunggal pemiliknya. Jadi ketika Albert lahir, sekolah, bekerja, pensiun dan meninggal dunia, ia hanya punya satu nomer SS saja, nggak bisa diganti atau diterbitkan nomer baru lagi. Dengan sistem ini, Albert tak bakalan bisa memiliki identitas ganda atau punya banyak KTP, atau berusaha memalsukan identitasnya seperti banyak terjadi di negara dunia ketiga.
Karena SSN merupakan identitas tunggal maka untuk keperluan yang menyangkut pengadministrasian seperti cari kerja, daftar sekolah, cari SIM/ID, buka akun bank, beli asuransi kesehatan, beli mobil, rumah dan lain-lain, mereka selalu mensyaratkan nomer SS.
Menurut sejarahnya, dahulu kala, waktu Amerika mengalami resesi ekonomi, banyak orang kehilangan pekerjaan dan tak bisa lagi mencukupi kebutuhan dasar hidupnya. Banyak diantara mereka terserang kelaparan dan juga kehilangan tempat tinggalnya. Sebetulnya ide dasar dari Social Security sangat sederhana, masyarakat tradisional Indonesia dahulu juga pernah menerapkan sistem yang sama dan dikenal dengan istilah Lumbung Padi. Ketika panen tiba, masing-masing warga menyetor beras untuk disimpan di lumbung. Ketika musim paceklik tiba, beras yang ada di lumbung dimanfaatkan untuk menyambung hidup sampai kondisi normal kembali.
Kantor Social Security diibaratkan lumbung padi, setiap gajian kita harus menyetor sejumlah uang untuk disimpan dan nantinya ketika pensiun dan membutuhkan perawatan kesehatan kita bisa memanfaatkannya. Mereka mensyaratkan kita harus bekerja setara dengan 40 satuan kredit atau minimal 10 tahun untuk bisa mendapatkan benefit pensiun dan medicare yang bisa diambil ketika kita berumur 65 tahun, atau kalau kita mengalami cacat permanen.
Lantas bagaimana nasib para pendatang gelap di Amerika yang tak mempunyai SSN? Bagaimana mereka bisa “survive” tanpa identitas yang sah?
Boro-boro mendapatkan uang pensiun, mau cari kerja aja susahnya minta ampun.Tiap orang yang akan melamar pekerjaan selalu ditanyakan nomer SS. Perusahaan yang bonafid bahkan punya perangkat komputer yang bisa mengakses keabsahan nomer SS beserta pemiliknya. Para pendatang gelap akhirnya hanya bisa bekerja di sektor informal yang dibayar cash alias tunai seperti Tukang Kebun, Nanny, Handyman, atau tukang bersih-bersih. Mengenai kerja di restoran, beberapa diantara pemiliknya “tutup” mata dengan “status” karyawan. Mereka tidak mengecek keaslian SSN, atau menerima mereka dengan sembunyi-sembunyi alias tidak melaporkan ke instansi terkait. Tentu tindakan ini jika ketahuan beresiko restoran itu akan kena denda bahkan ditutup.
Selalu ada yang bermain .... ya itulah yang terjadi. Mafia-mafia “Latino” bak dewa penolong bagi imigran-imigran gelap di sini. Mereka bisa menyediakan identitas palsu mulai dari Kartu SS, Kartu Working Permit, sampai Greend Card secara sembunyi-sembunyi kepada Imigran gelap. SS palsu itu wujudnya sama, nomernya juga resmi dikeluarkan oleh kantor SS, tapi namanya dibikin sesuai si pemesan. Mafia-mafia ini memakai nomer SS-nya orang-orang yang sudah meninggal, atau mencuri dari seseorang dan kemudian menggandakan nomer SS tersebut. Nah berbekal SS palsu itu banyak para imigran gelap melamar kerja di restoran-restoran, usaha konstruksi, pertamanan, atau di kantor-kantor kecil.
Teman-teman perantau asal Indonesia banyak juga yang “tergiur” dengan membeli identitas palsu itu. Asal siap menanggung resiko ditangkap petugas dan ditahan, semuanya berpulang pada masing-masing pribadi. Seperti Mas Taufik yang bekerja di sebuah restoran Pan Asia di daerah Rosslyn, dia ditangkap lewat operasi gabungan dari FBI, Imigrasi, dan Kepolisian. Mereka mengepung restoran dan menangkap Mas Taufik yang sedang memasak order di dapur, memborgolnya, dan membawa keluar melewati ramainya pelanggan restoran siang itu.
Ya... memakai nomer SS orang lain untuk bekerja amatlah beresiko. Menurut cerita Mas Toto yang menengok di penjara, Mas Taufik ternyata memakai identitas orang lain untuk bekerja. Kejanggalan akan terlihat di kantor SS atau IRS (kantor Pajak), ketika seseorang bekerja di beberapa tempat sekaligus dalam waktu bersamaan. Aliran slip gajinya bisa dirunut darimana dan kapan mendapatkannya. Amat sangat janggal kalau seseorang bisa bekerja “fulltime” di dua tempat sekaligus, apalagi berbeda lokasi atau negara bagian.
Menurut perkiraan, kejahatan Identity Theft di Amerika dialami oleh 10 juta orang tiap tahunnya. Mulai dari kategori yang ringan sampai yang terberat. Identitas kita dipakai untuk mendaftar kerja, membuka line telpun, menyewa apartemen, apply credit card, transaksi online, atau lain-lainnya. Kita tak menyadari Identitas kita dipakai sampai seseorang dari debt collector menagih “utang-utang kita”.
Kejahatan Pencurian Identitas ini sangat serius akibatnya, terutama bagi si korban. Mereka bisa kehilangan ribuan dollar tanpa pernah sekalipun membelanjakannya, dan juga kehilangan nama baik serta skor “credit record”nya anjlok, yang bisa berakibat jangka panjang dalam kemudahan mendapatkan kredit perumahan, peluang kerja, ataupun pendidikan.
Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap di Amerika
Sunday, September 18, 2011
RESTORAN ITU BUTUH “SUSU-SAPI”
Posted by Janu Jolang at 12:04 AM
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment