Aku
baru pernah dengar istilah Bush Boy ketika di Amerika, sebuah pekerjaan di
restoran yang kerjanya mengangkat piring dan gelas kotor dari meja setelah
pelanggan selesai makan. Kita juga harus membersihkan meja kemudian melapisi
dengan taplak baru, meletakkan garpu dan pisau serta gelas anggur yang baru
setelah pelanggan meninggalkan restoran. Sangat simpel, dan tak perlu ngomong
Inggris. Mas Windi menawarkan pekerjaan itu kepadaku atas informasi mas Tio
perantau asal Semarang yang bekerja sebagai Food Runner di restoran itu.
Restoran Mimi ini menyajikan masakan Barat dan lokasinya di daerah down town
DC.
Tanpa
pikir panjang aku menerimanya. Aku ingin cepat bekerja. Ingin cepat
menghasilkan dollar guna membayar pinjamanku pada paman. Aku juga ingin
secepatnya menunjukkan pada ibu bahwa kepergianku ke Amerika tidak sia-sia.
Keesokan pagi Mas Windi mengantar aku ke restoran Mimi dan mengenalkan aku
kepada mas Tio. Aku kemudian diajak menemui manager restoran bernama Hisham
seorang Arab Maroko dan aku tak ditanya macam-macam. Ia hanya tanya namaku,
asli dari mana, dan menjelaskan secara singkat bahwa ia butuh seorang bush boy.
Tanpa prosedur yang berbelit hari itu aku diterima dan disuruh segera training.
Tak
lama aku sudah berganti memakai kaus hitam bertuliskan Mimi, celana hitam
dengan apron melilit pinggang, dan bersepatu hitam. Walau hanya seorang Bush
Boy, aku merasa gagah dengan seragam kerjaku. Julio bush boy senior di restoran
itu lantas mengajariku cara membersihkan meja yang telah ditinggalkan
pelanggan. Dia tak banyak cakap, diambilnya gelas anggur dan diselipkan satu
persatu ke sela-sela jari tangan kirinyanya. Ia lantas mengambil tumpukan
piring dengan tangan satunya dan membawa ke tempat cucian. Walau sudah berumur
50an tahun, Julio amat cekatan dan gesit.
Hari
pertama bekerja aku berpartner dengan Julio. Aku melihat betapa cekatan dia
menangani meja untuk 12 orang yang sedang mengadakan pesta ulang tahun. Mulai
menyajikan roti roll pada lepekan kecil, mengisi gelas dengan air
bening, menarik piring yang sudah selesai disantap, hingga ketika pesta
berakhir Julio dengan gesit men-setup kembali meja untuk siap ditempati lagi.
Hal
yang sama kulakukan, tapi bagian dari latihanku adalah meja kecil yang berisi
dua atau empat pelanggan. Sambil membawa keranjang berisi roti roll dan butter,
aku menghampiri meja yang baru terisi dan membagikannya. Setelah itu aku
kemudian menuangkan air putih pada gelas yang sudah tersedia di meja. Pekerjaan
itu terlihat mudah tatkala restoran tak ramai. Tapi kenyataannya restoran Mimi
tak pernah sepi, selalu ramai. Maka pekerjaanku menjadi sulit, aku keteter.
Yosef floor manager malam itu menyuruhku bergerak lebih cepat.
Banyak
meja telah kosong dan belum sempat kubersihkan sedangkan orang-orang sudah
antri menunggu. Sambil setengah berlari kedua tanganku membawa tumpukan piring
kotor ke tempat cucian. Julio kulihat pontang-panting di bagian Bar. Karena tak
ingin membiarkan pelanggan lebih lama menunggu, akhirnya Yosef si orang Maroko
itu turut membantu kami membawa piring, gelas, sendok garpu kotor ke tempat
cucian. Para pelayan ikut menolong memasang taplak dan silverware baru.
Dan pengunjung yang tadi mengantri kini satu persatu telah didudukkan. Aku tak
sempat menghela nafas, ditanganku sudah ada keranjang roti roll dan aku
bergegas mengedarkannya ke meja-meja baru, mengisi air bening ke gelas-gelas
mereka.
Hari pertama bekerja
kulalui dengan banyak keluhan dari para pelayan. Muka mereka masam atas
kinerjaku yang lambat. Selesai kerja Yosef memberi arahan aku untuk bekerja
lebih cepat. Aku disuruh belajar memahami keadaan. Kapan aku harus mengambil
piring kotor, kapan aku harus membagikan roti roll, kapan aku harus menata
meja, karena semua meja itu kepunyaan para waiter yang sudah
dibagi-bagi. Lindsay protes karena jatah meja-mejanya lambat dibersihkan
sehingga konsentrasinya terbagi antara ikut membersihkan meja dan melayani
pelanggan. Ujung-ujungnya pelanggan di meja Lindsay banyak yang memberikan tip
jelek. Aku tak berkata apa-apa, hanya mengangguk, dan berjanji untuk bekerja
lebih baik lagi.
No comments:
Post a Comment