Friday, June 17, 2005

TINGGAL RAME – RAME DALAM KAMAR STUDIO

Aku tak bisa membayangkan andaikata orang Amerika yang biasa mengutamakan nilai-nilai privacy dalam kehidupannya berkumpul dalam satu ruangan sempit seperti kita di kamar 720. Mungkin mereka sudah berantem satu sama lain, atau barangkali sebagian dari mereka akan mengalami depresi.

Masalah tersebut tak lain adalah bagaimana sulitnya menjalin kebersamaan diantara kita. Bukan apa – apa, diantara kita saling kenal ketika di Amerika. Mungkin masalah tak sesulit jika sebelumnya kita memang sudah berteman. Aku sendiri mengenal Bang Herdi kira – kira 5 bulan lalu, ketika aku mencari tempat kos di DC dan mendapatkan informasi dari mas Tio kalau Bang Herdi masih menerima orang. Saat itu di kamar 720 sudah ada dua orang penghuni lainnya yaitu Arif anak Madura dan Oki anak Malang.
Tak berapa lama, Rinto yang tadinya tinggal di lantai 2 mendadak pindah ke kamar 720 karena berantem melulu dengan teman sekamarnya. Dan terakhir, sebulan lalu Asnawi anak Bandung yang baru datang dari Indonesia ngekos juga. Waktu itu secara tak sengaja Oki dan Arif bertemu Asnawi lagi jumatan di Islamic Center. Ngobrol punya ngobrol, si Oki menjanjikan untuk nyariin kerja di DC, jadi ikutlah Asnawi bergabung dengan kita.
Enam orang, berkumpul dalam sebuah ruangan sempit, masing – masing punya karakter dan kebiasaan yang berbeda. Kita berasal dan tumbuh dari latar belakang sosial dan pendidikan berbeda. Tentu merupakan sebuah pengalaman dan tantangan tersendiri. Disini kita benar – benar diuji, bagaimana cara kita bergaul, memperlakukan orang lain, saling toleransi dan ujung – ujungnya melatih kesabaran.
Salah satu contoh kecil adalah kebiasaan si Oki yang terus terang membuat kami agak bingung. Di musim panas, ketika suhu sedang panas – panasnya, 100 derajat F atau hampir 40 derajat celcius, si Oki diam – diam mematikan AC apartemen. Diantara kita yang sedang tertidur akhirnya terbangun kegerahan. Kita tak tahu apa hal itu dilakukan karena iseng, atau dengan maksud lain. Soalnya itu dilakukan berulang kali dan amat wajar kalau kita merasa jengkel. Dilain musim, ketika suhu sedang dingin – dinginnya, minus 10 derajat C, si Oki diam – diam membuka jendela tanpa sepengetahuan kami. Teman – teman yang mulai kedinginan menduga hitter-nya rusak, tapi setelah tahu jendela terbuka, kami menduga ini pasti kerjaannya si Oki.
Lain lagi kebiasaan Bang Herdi, si empunya kamar. Dia sering mengunci diri dan menghabiskan waktu berjam – jam di dalam kamar mandi. Entah apa yang dilakukan kita – kita nggak tahu pasti, kadang ia membawa laptopnya ke dalam kamar mandi. Barangkali ia sedang chatting karena memang tempat kami punya router untuk koneksi wireless. Atau mengakses situs – situs porno. Kebiasaan itu sama sekali tidak mengganggu kita, kecuali benar – benar kala kita kebelet kencing atau berak. Kalau sudah begitu, kita harus mengetuk pintu, terdengar suara bang Herdi bilang sebentar, lantas dia keluar dengan handuk masih melilit diperutnya.
Ya, itu baru sebagian kecil kebiasaan anak – anak 720. Belum mengenai karakter dan sifat – sifat yang bisa jadi berbeda. Tapi sejauh ini sepertinya kita “aman – aman saja” dan bisa beradaptasi dengan baik. Mungkin karena kultur bangsa kita yang kental dengan nilai kebersamaan, keramah tamahan, jadi mudah akrab dan bisa menerima kehadiran orang lain. Barangkali  inilah  yang  membantu kita – kita  ini para perantau bisa survive hidup di Amerika.

 
Site Meter