Wednesday, August 10, 2005

JIWA JURNALIS YANG PERNAH ADA

Jiwa jurnalisku terbangkitkan kembali gara-gara si Crystal Ball, seorang wanita kulit hitam berkepala plontos yang sering mondar mandir di area sekitar restoran tempatku bekerja. Ya semasa mahasiswa aku pernah aktif di lembaga Pers Mahasiswa. 5 W 1H itulah resep dasar menjadi jurnalis, resep yang diajarkan dalam diklat pers mahasiswa yang pernah kuikuti, What, Who, When, Where, Why dan How. Dan cara menuliskannya menganut konsep Piramida Terbalik, ketika sebuah berita kepanjangan maka seorang editor akan memangkas informasi yang kurang penting mulai dari bagian bawah.

Yaaa ... aku tahu diri bahwa aku bukan seorang penulis yang diperhitungkan kala itu.
Tulisanku dulu jaman mahasiwa tak punya mutu tinggi. Ikut aktif di dunia pers mahasiswa bagiku sudah cukup menyenangkan, menambah pertemanan dan wawasan. Aku tahu diri ketika tak pernah dilibatkan dalam penulisan berita yang butuh analisa mendalam, riset data yang akurat, dan diskusi panjang sebelum diterbitkan. Kala itu aku tak bisa masuk ke dalam kalangan penulis elit yang menggarap rubrik Laporan Utama tentang Peta Perpolitikan Indonesia, atau tentang Militerisme di era Soeharto, atau penumpukan kekayaan pejabat dan kroninya lewat jalan KKN. Aku kalah pintar, kalah kritis, kalah berani, dalam membuat berita dengan analisa yang dalam. Pokoknya aku kalah segala-galanya dalam membuat sebuah tulisan yang menarik lagi menggemaskan. Dan tentu saja tulisan seperti itu berakibat sewaktu-waktu bisa diciduk intel Kodim.
Aku selalu kebagian menulis yang ringan-ringan seputar tulisan feature, tulisan ringan tentang humanisme; kisah seorang penjaga parkir motor kampus, atau penjaga palang kereta api, atau nasib seorang pemulung. Ya aku cuma kebagian nulis berita kisah, berita ringan yang lebih menekankan sisi human interest. Tak terlalu aktual tema-temanya, hanya sekedar merekam sebuah kejadian atau fenomena dalam realitas sosial.
Andai aku dapat peran yang lebih, itu karena posisiku yang fotografi dan ilustrator majalah universitas, maka giliran para penulis elit sibuk membahas masalah filsafat Post Modernisme, mengadakan diskusi dengan pakar-pakar kala itu seperti Ariel Heryanto, Nirwan Dewanto, Ahmad Arsuka dkk, aku kebagian mendapatkan tugas merancang sampul depan majalah dengan tema dekonstruksi.
Segera kuambil beberapa majalah dan kupilih beberapa warna mencolok, kupotong-potong beberapa warna menjadi sebuah kolase, dengan latar depan foto Derrida dan Fucoult yang kumutilasi menjadi sebuah disain cover berwujud Bola Dunia, dalam tatanan baru yang mencoba berdamai dengan nilai-nilai modernitas, atau merekonstruksinya kembali ke dalam sebuah aliran pemikiran baru.
****
Crystal Ball menurutku unik, kalau tak kenal dia pasti mengira ia seorang laki-laki, perawakannya kurus pendek, teteknya hampir tak ada, gaya bicaranya lantang dan macho, merokok, serta perangainya mudah marah. Apalagi kalo dari mulutnya tercium bau alkohol, maka perangainya makin runyam. Caci maki dan sumpah serapah dalam bahasa "slank" yang paling jorok keluar bertubi-tubi dari mulutnya, dan herannya -- itu tak ada henti-hentinya. Ibarat senjata api yang menyalak dalam perang kota di Baghdad, si Crystal Ball mengutuk siapa saja secara membabi buta. Barangkali semua orang sepakat bahwa si Crystal Ball punya problem mental alias sakit jiwa.
Crystal Ball tak punya pekerjaan tetap. Kadang ia membantu membersihkan kaca di toko grocery milik orang Korea, atau mengelap meja kursi di kedai Sandwich, atau menyapu trotoar sepanjang satu blok. Kalau kutanya siapa yang membayarmu untuk menyapu jalanan, dia hanya menjawab tak ada yang membayar. Dia melakukan untuk kebersihan lingkungan. Rasa peduli lingkungannya kuacungi jempol. Di sini orang dilihat dari partisipasinya dalam komunitas sosial.
Tapi kalau dibandingkan dengan si Afghanistan, Sakhi Gulestan sungguh si Crystal Ball tak ada seujung kukunya, apalagi sifat dan perilakunya sangat berseberangan bagai langit dan bumi. Sakhi adalah sosok pria yang baik hati di komunitas Dupont Circle. Yang hidup di van mobil bersama istrinya dekat stasiun kereta. Di pagi hari mereka jualan payung, syal, dan asesori pernik pernik dari Afganistan di pinggir jalan. Malam hari mereka menampung roti-roti donasi dari toko bakery yang tak habis terjual kemudian membagi-bagikan roti itu kepada para homeless di taman Dupont Circle, membangunkan mereka yang tengah tidur kelaparan di malam hari dengan suara bersahabat, teman kamu pasti lapar - ini ada sepotong roti buatmu.
Dan kalau ada roti yang tersisa maka ia meremahkan roti-roti itu untuk keesokan harinya ia memanggil merpati-merpati liar yang berterbangan secara bergerombol dan diberikan kepada mereka. Sering dia disebut si Bird Man karena kepeduliannya terhadap burung-burung itu. Kuperhatikan adegan itu seperti seorang Mujahidin tanpa senjata dengan pakaian sorban serta brewok sedada sedang memberi makan merpati-merpati. Demikianlah budi baik itu dilakukan Sakhi selama bertahun-tahun dengan tulus ikhlas.
+++
Crystal Ball sungguh mengusik rasa keingintahuanku. Kubayangkan si Crystal Ball adalah seorang pesakitan mental yang mencoba bertahan hidup. Ia selalu berkata dan mengulangi pernyataannya, " somebody gonna kill me." Dan entah siapa yang akan membunuhnya aku juga tak tahu.
Pada suatu hari kulihat di seberang jalan di depan hotel si Crystal Ball sedang marah-marah dengan petugas Doorman dan manager hotel. Tak lama polisi datang. Beberapa hari kemudian ketika aku bertemu dengannya ia menceritakan bahwa ia dituduh meludahi pegawai hotel. Sedangkan dia beralasan saking antusiasnya dia berargumen ludah muncrat dari mulutnya. Sejak kejadian itu ia mendapatkan notice dari polisi tak boleh mendekati hotel tersebut. Dalam komunitas Dupont Circle dia dipandang sebagai seorang relawan sosial sekaligus  "trouble maker". Sungguh sangat absurd.

 
Site Meter