Thursday, November 29, 2012

ASISTEN MBAH DUKUN

(Terbit di Kompas.com, Kamis, 29 November 2012) 

Bagus, seorang sarjana lulusan ilmu Fisika nganggur hampir setahun. Keadaan ekonomi akhir-akhir ini sedang memburuk, lowongan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya susah didapat. Jangankan profesi sebagai peneliti di bidang Ilmu Pasti, atau teknisi pabrik yang berkaitan dengan mekanika dan kelistrikan, bahkan untuk posisi guru Fisika di SMP-pun tak ada lagi. Mbah Parjo pamannya yang berprofesi sebagai dukun akhirnya menawari Bagus untuk bekerja. Jadilah ia kini sering terlihat mondar-mandir ke pasar Wage beli kemenyan, kembang setaman, minyak Fanbo, dan juga sebagai asisten yang mendampingi mbah dukun ketika pasien sedang digarap.

Mbah Dukun Parjo belumlah tua, berusia 50 tahun, berperawakan pendek diluar ukuran rata-rata. Ia seorang yang berwibawa sekaligus pandai meyakinkan orang. Kata-katanya bagai sugesti alam bawah sadar yang tertanam kuat mencengkeram kesadaran pasiennya. Mau dikata apa, Asti si janda genit usia 40 tahun dari kampung Kranji sampai rela tubuhnya dimandikan telanjang demi mengembalikan kemolekannya saat usia 27 tahun. Bagus tak kuasa menyembunyikan gairah syahwatnya ketika melihat lekuk tubuh sang janda yang terbalut lembut sinar bulan purnama. Ia sedikit malu menyadari tubuhnya gemetar ketika menciduk air tujuh rupa dan kembang setaman lantas buru-buru menyiramkan pada tubuh Asti. Kini tubuh sintal itu sedang diraba-raba paman sebagai syarat memasukkan japa mantra agar awet muda. Tinggal selangkah lagi janda molek itu pasti akan disetubuhi paman di atas altar batu tanpa berontak sedikitpun.

Disela-sela waktu senggang, ketika mbah Parjo sedang ngorok disiang hari, Bagus membersihkan kamar praktek mbah dukun sembari mendengarkan lagu-lagu Guns and Roses dari MP3 playernya. Lagu Welcome to The Jungle disetel keras-keras untuk mengusir rasa seram ketika ia melihat hiasan tengkorak yang remuk di ubun-ubun, keris-keris yang berserakan di meja, bau kemenyan bakar yang bekasnya menggunung, serta semerbak bunga melati yang memenuhi ruangan.

Di sore hari ketika sedang tak ada pasien Bagus membersihkan pekarangan rumah yang kebanyakan ditanami pohon Bambu Kuning, Tebu Ireng, Cocor Bebek dan Jambu Dersono. Tanaman kepercayaan Mbah Parjo ini dikatakannya untuk menjadikan tanah adem, sebagai penangkal santet, dan media penyembuhan orang yang terkena guna-guna. Bagus manggut-manggut, tapi dalam hati kecilnya susah untuk percaya. Dukun jaman sekarang ternyata tak mau disebut kuno dan menyesuaikan diri dengan pemikiran yang makin modern. Tradisi keilmuanpun diikutkan untuk menjelaskan ilmu santet secara ilmiah. Klaim ilmuwan bahwa tanaman Tebu Ireng, Bambu Kuning, Jambu Dersono, dan Cocor Bebek bermuatan listrik negatif akan menolak kekuatan setan dan santet yang juga bermuatan listrik negatif. Hukum Coulomb dipakai untuk membuat orang yakin, tapi ilmuwan mana yang mengadakan penelitian itu? Setan bermuatan listrik negatif? Bagus menggeleng-gelengkan kepala. Daun-daun kering yang berserakan itu akhirnya disapu dan kemudian dikumpulkan untuk dibakar.

Bagus tak begitu tertarik dengan kekuatan-kekuatan ghaib. Bertahun-tahun ia belajar Ilmu Pasti, ilmu Fisika, ilmu yang masuk di akal alias nalar, tapi kini ia dipaksa berurusan dengan hal yang berbau klenik, hal yang tak pasti dan tak masuk di akal. Pernah ia tertegun dan bengong ketika pamannya mengeluarkan seonggok paku dan jarum karatan dari perut pasiennya. “Ini santet datang dari arah Barat..... dari Banten nak Wiwin.”

“ Wah ini pasti kerjaan si Jarwo mbah ..., dia iri tender ngaspal jalannya kalah lagi.”, kata Wiwin. “ Ini santet mau dikembalikan po nak Wiwin.”, kata mBah Parjo dingin.

“ Iya mbah...”, kata Wiwin setuju. Tubuhnya kini terasa enteng, rasa sakit yang melilit perut akhir-akhir ini hilang seketika.

Dan seperti kilat cahaya yang tiba-tiba membuat terang benderang kamar praktek mbah dukun, paku dan jarum berkarat itu menghilang seperti ditelan bumi. Bagus tercengang bagaimana semua bisa hilang bersamaan dengan meredupnya cahaya. Bagus mencoba menerka-nerka dengan logika tapi malah membuat dia pusing kepala. Ia ingin bertanya pada Einstein tentang benda yang diikutkan kecepatan cahaya akan musnah karena gesekan yang sangat cepat, tapi kemudian tiba-tiba membentuk kembali wujudnya dan bersemayam di perut si penyantetnya?

" Santet sudah saya kembalikan ke Jarwo, nak Wiwin."

Mbah dukun Parjo sendiri tak perlu repot-repot menjelaskan, semua sudah ada yang menangani. Ya, kekuatan ghaib yang dimilikinya konon turunan dari kakek Bagus, ditambah lelakon tapa brata yang sering dilakukan kala masih muda. Bagus kembali membayangkan seolah paku dan jarum itu dicacah - cacah menjadi ukuran kecil hingga bisa memasuki pori-pori tubuh langsung menembus perut. Paku dan jarum itu seolah masuk mesin teletransporter seperti dalam film Star Track yang sering ditontonnya, membentuk wujudnya kembali dan bersemayam di dalam perut. Hilang di sini dan muncul di sana.

++++

Sore hari - Rabu Wage, Wiwin si pengusaha muda yang sedang menanjak bisnisnya di kota kecil Purwokerto itu sowan kembali ke mbah Parjo. Wiwin menganggap mBah Parjo adalah panutan sekaligus penolong dalam masalah yang dihadapinya. Sambil mengeluarkan foto perempuan cantik, Wiwin berkata tanpa sungkan,“Mbah Parjo, Desi kembang kampus ini bikin aku tergila-gila. Tolong dijampi-jampi ya mbah biar dia cinta sama saya.”

Mbah Parjo manggut-manggut. Rasa percaya dirinya seolah menyentuh langit, ilmu peletnya dikenal luas sangat ampuh. Banyak lelaki tua muda yang mengalami krisis identitas datang menemui mbah dukun untuk meminta pertolongan, semua karena alasan yang sama: cintanya ditolak. Juga ibu-ibu setengah baya yang mulai resah akan wajah dan tubuh mereka yang tak seindah dulu lagi. Pilihan susuk awet muda ibarat sebuah menu siap saji diantara daftar menu yang paling digemari mereka.   Mbah Parjo mengamati wajah dalam foto itu. Dahinya mengkerut, matanya seolah menerawang, “ Wah ... ini banyak yang nguber-uber, mas Wiwin. Perempuan ini sepertinya tahu kalau dia cantik. Dia orangnya pilih – pilih. Siapa namanya? Oh jeng Desi ya.., sepertinya dia belum serius mikir pacaran.”

“ Tapi mbah, bisa kan kalau Desi dibikin kinthil sama saya?”

“ Wah tenang saja mas Wiwin, embah kasih pelet yang cespleng biar jeng Desi tergila-gila sama sampeyan. Sampeyan ndak usah repot-repot nglakoni pake puasa mutih segala. Serahkan semuanya pada mbah.” 

Foto Desi ditaruh dalam gundukan kemenyan, dalam komat kamit si mbah dukun menyebut nama lengkap Desi sembari bergumam dalam japa mantra. Tiba-tiba dari mulutnya keluar jarum emas yang jatuh tepat di atas foto Desi. Diambil jarum itu dan dari ujungnya timbul lilitan hitam lengket seperti kemenyan. Kotoran seperti upil itu lantas dilengketkan pada sepotong rajah bertuliskan Arab gundul dan diikat rapi dengan benang kasur."

" Jeng Desi pasti akan lengket sama nak Wiwin.", suara mbah dukun mantab sambil meyerahkan rajah itu kepada Wiwin. 

Keesokan harinya datanglah seorang pemuda ganteng, juga membawa foto Desi. Bagus penasaran betapa seorang Desi mampu membuat -- setidaknya dua lelaki tergila-gila padanya. Bukankah Desi sebetulnya yang punya pelet cinta?

“Mbah, saya tresno-mati sama perempuan yang di foto ini. Saya mohon mbah, tolong dijodohkan saya dengan dia. Apapun lelakon yang harus saya jalani pokoknya saya manut.”

“Edaaaaan ... ternyata benar si Desi banyak yang naksir”, batin Bagus si sarjana Fisika, “ si pemuda bernama Ipung ini tampak merana karena cinta."

“ Wah tenang saja nak Ipung, embah kasih pelet yang cespleng biar jeng Desi tergila-gila sama sampeyan. Sampeyan ndak usah repot-repot nglakoni pake puasa mutih segala. Serahkan semuanya pada mbah.”

Dan ritual yang sama dilakukan oleh mbah dukun, " Jeng Desi pasti akan lengket sama nak Ipung."

Bagus tak habis pikir dengan permintaan dua lelaki yang ingin mendapatkan Desi. Ia lebih tercengang lagi ketika pamannya memberikan japa mantra yang sama, berkata - kata yang sama, dan memberikan garansi yang sama. Dijamin keduanya akan mendapatkan cinta Desi. 

Sebetulnya mbah Parjo-lah yang selalu menerangkan kepada Bagus sang keponakan bahwa ilmu ghaib itu masuk di akal. Seperti cara kerja pelet yang disebut paman sebagai energi yang ditransfer untuk mempengaruhi alam bawah sadar dan memicu otak merasakan cinta, rindu, kangen, dan ingin selalu bertemu dengan pemeletnya. Bagus manggut-manggut mendengarkan penjelasan paman. Ingin ia mempercayai tapi dalam hati kecilnya ada sesuatu yang menolak. 

Energi apakah yang ditransfer? Apakah energi listrik yang bisa membuat terang benderang seantero kota Purwokerto? Atau energi atom yang sanggup meluluh lantakkan Hiroshima? Andai dua japa mantra ibarat dua rudal Patriot yang siap diluncurkan dari Mobil Peluncur Roket, seorang komandan perang artileri tak akan pernah membidikkannya pada satu titik sasaran yang sama. Betapa bodoh jika ia membidik satu target dengan dua peluru.

+++

Jum'at Kliwon mbah Parjo kedatangan enam orang tamu. mereka para pemburu harta karun Soekarno. Salahsatunya adalah pensiunan jenderal polisi, yang lain adalah pensiunan pejabat PU dan pensiunan pegawai tinggi Departemen Agama. Masing-masing membawa ajudan. Mitos harta peninggalan Soekarno yang berjumlah ratusan trilyun dan tersimpan secara ghaib membuat orang-orang berlomba-lomba untuk menguasainya. Tak peduli seorang menteri di Jakarta atau tukang becak di stasiun Gubeng semua terpikat dengan mimpi indah menjadi kaya raya. Beberapa orang bahkan terobsesi dengan pemanfaatan harta karun untuk menyelamatkan bangsa, sungguh jumlah harta yang sanggup membayar semua utang luar negeri, menyantuni semua fakir miskin, dan membuat rakyat makmur jibar jibur. Satrio Piningit sang Juru Selamat Indonesia telah hadir.   

Mbah Parjo sendiri tak ambil pusing dengan jumlah trilyunan yang diimpikan banyak orang. Dia cukup ambil keuntungan sekedarnya dari prosesi ritual yang menjadi syarat ubo rampe seperti minyak pemanggil jin, candu dan jenis minyak lain yang dibutuhkan. Dari suplier kios pasar Pasar Wage yang berjualan aneka minyak ritual mulai minyak Jafaron sampai Misik dan Gaharu -- mbah Parjo bisa mengambil keuntungan dengan menaikkan harga sesuka dia kepada pasien-pasiennya. Dan jumlah tersebut adalah lebih dari cukup sebagai ladang bisnis yang sangat menguntungkan.

Piranti untuk ritual pengambilan harta Soekarno telah disiapkan Bagus ke dalam sebuah tas kulit, isinya adalah: tongkat komando milik Soekarno, uang kertas Soekarno yang bisa melipat secara gaib (dan ini harganya bisa jutaan rupiah), menyan, candu, minyak pemanggil Jin yang konon asli dari Yaman, samurai kecil untuk keperluan harakiri peninggalan Jepang, serta lantakan emas 24 karat yang konon diambil secara ghaib dari tanah Pasundan. 

Ketika rombongan sudah siap akan berangkat Wiwin si pengusaha sukses itu tiba-tiba datang -- menyela minta waktu sebentar kepada mbah Parjo. Dari raut wajahnya ia seperti membawa masalah. 

" Mbah saya ada masalah penting nih."

" Jangan sekarang nak Wiwin. Hari ini mbah ada ritual mau mengangkat harta karun Soekarno."

" Tapi mbah ...", Wiwin protes. 

“ Urusan nyantet si Purwadi bisa ditunda. Apalagi ini bukan hari baik buat nyantet. Sudah nak Wiwin ikut saja sama kita.”

Bagus yang mendengarkan percakapan kedua orang itu merinding. Mau menyantet orang kok masih bisa ketawa-ketawa, sambil tawar menawar.

" Malem Sabtu ya mbah?", kata Wiwin.

" Beres nak Wiwin.", mbah Parjo menyanggupi.

Jadilah mereka bersembilan berangkat dengan dua mobil menuju bukit Kemuning. Sore itu awan cerah udara sejuk. Perjalanan menuju kaki gunung Slamet itu penuh kegembiraan. Wiwin menyetel keras-keras musik kesukaan Bagus Welcome to The Jungle sambil memukul - mukul setir mobil seolah penggebuk drum Guns and Roses. Bagus yang duduk di jok tengah walau tampak malu-malu mengikuti beat lagu dengan menggerak-gerakkan jari jemarinya seolah Slash sedang memainkan gitarnya. Hutan belantara di kiri kanan seolah menyambut kehadiran mereka dengan keramahan yang ceria. Wiwin dan Bagus terhanyut dalam ekstasi lagu itu. 

Tiba-tiba mbah dukun Parjo memotong keasyikan mereka berdua, “ Nak Wiwin, kita jangan lewat jalan utama, lewat Kemutug saja lebih aman.”

“ Mbah lewat Kemutug jalannya sempit, terjal, dan berliku.....”, protes Wiwin.

“ Sudah -- Nak Wiwin percaya sama saya. Walau agak repot, ini sudah tak terawang -- hitungan Nagadina-nya sudah tepat. Kalau lewat sini kita pasti dihadang pasukan jin. Bisa-bisa kita cilaka ...   nggak slamet.” 

Wiwin mematuhi omongan mbah dukun, ia memutar balik mobil Pajeronya dan mengambil jalan yang dianjurkan. Mobil di belakangnya yang berisi rombongan pensiunan jenderal polisi itu mengikuti. Dikejauhan terlihat tebing curam sangat indah. Jalan sempit dan terjal menyusuri hutan belantara mengingatkan kembali Bagus pada masa-masa SMA saat berkendara motor bersama teman-temannya menuruni jalanan terjal dengan mematikan mesin motor sambil berdiri lepas tangan. Angin gunung yang menerpa tubuh mereka dengan kencang dirasakan seolah sedang melayang di awang-awang. Mereka bersorak gembira.

Satu jam perjalanan ditempuh, Bukit Kemuning sudah kelihatan di depan mata. Setelah rombongan melewati tikungan, jalan tanjakan panjang akan mengantarkan mereka pada tempat pemberhentian yang dituju. Tampak di kejauhan sebuah truk Fuso membawa gelondongan kayu menuruni jalan dari arah depan. Wiwin mengurangi kecepatan sambil meminggirkan mobil ke tepi jalan. Dalam jarak yang sudah diperkirakan truk itu akan berpapasan secara aman, tak disangka laju truk tiba-tiba oleng seperti gajah mabuk. Wiwin yang berada dibalik kemudi tak sempat menghindar lagi. Moncong sebelah kanan truk itu langsung menghajar bagian depan mobil Pajero Wiwin. Suara berdebum dan bunyi kayu gelondongan yang tiba-tiba lepas dari ikatannya terdengar keras sekali. Mobil Pajero Wiwin ringsek dihantam truk, kayu gelondongan berjatuhan menimpa atap mobil. Semua penumpang di dalam mobil Pajero panik.

“Mbah Pajero .. Eh mbah Parjo piye tho!!! Milih waktu dan jalan kok salah. Wah... apes tenan .. aku ......”, ratap Wiwin.

Ratap tangis Wiwin tak dihiraukan mbah Parjo. Ia sendiri sedang meraung-raung kesakitan. Tolong ... tolong, seolah si sakti mandraguna kehilangan kewibawaan dan daya magisnya, kini ia merengek seperti anak kecil yang lemah, ketakutan, seraya menangis karena sakit yang luar biasa.

Rombongan mobil di belakang segera menghentikan kendaraannya. Pensiunan jendral polisi dengan sisa-sisa kegesitannya menghampiri mobil Pajero yang ringsek. Mereka berusaha menolong tapi kesulitan. Atap mobil ringsek tertimpa gelondongan kayu, mesinnya melesak ke dalam dashboard. Mbah dukun Parjo dan Wiwin terjepit di dalamnya, darah mengucur dari sekujur tubuh mereka.

" Ini pasti ulah jin penunggu harta pusaka Soekarno.", ujar pensiunan jenderal polisi sambil berusaha membuka pintu mobil yang ringsek. Pensiunan pegawai tinggi Departemen Agama itu mengamini sang jenderal sambil komat-kamit membaca rapalan doa pengusir jin. Pensiunan pegawai PU terlihat sibuk menganalisa sudut kemiringan jalan, kondisi truk Fuso yang masih baru, sopir truk yang sadar, sambil bergumam mustahil untuk terjadi kecelakaan. Bagus dalam kesakitan masih bisa merasa heran dengan cara pikir orang-orang terpelajar yang pernah menduduki jabatan tinggi dalam birokrasi itu. Rasa-rasanya akal sehat mereka sudah hilang.

Ya, selama menjadi asisten pamannya ia selalu dihadapkan pada keseharian hidup yang berada dalam bayang-bayang dunia okultis, sebuah kehidupan yang dirasakan nyata tapi dipaksa ada kenyataan lain dibaliknya. Kejadian yang mestinya sebuah kesederhanaan dimaknai mbah dukun dan pasien-pasiennya sebagai hal yang rumit dan tak masuk akal. Kalah pilihan Lurah identik dengan kurang sesaji, istri selingkuh identik dengan kena guna-guna, sakit demam identik dengan kesambet setan, tidak naik jabatan identik dengan kalah aji pengasihan. Dan kini si pensiunan jenderal polisi itu masih sempat bergumam bahwa kecelakaan ini akibat marahnya jin penunggu harta pusaka Soekarno. Bagus selama ini mencoba menerima semua kenyataan itu -- tapi lama kelamaan penolakan itu mencapai puncaknya. Perhatiannya kini terarah pada mbak dukun dan Wiwin yang sekarat dijemput maut. Ia tak tahu harus menyalahkan siapa. 

Ia kini hanya bisa merasakan kedua lututya terjepit. Ia yakin, dari rasa kebas dan sakit yang luar biasa -- tulang-tulang kakinya sudah remuk terhimpit badan mobil. Dan itulah sebuah kenyataan. Kenyataan berada pada tempat yang salah dan waktu yang salah. 

Janu Jolang
Padepokan Melati Mas
Banten, November 2012

 
Site Meter