Thursday, November 29, 2012

ASISTEN MBAH DUKUN

(Terbit di Kompas.com, Kamis, 29 November 2012) 

Bagus, seorang sarjana lulusan ilmu Fisika nganggur hampir setahun. Keadaan ekonomi akhir-akhir ini sedang memburuk, lowongan pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya susah didapat. Jangankan profesi sebagai peneliti di bidang Ilmu Pasti, atau teknisi pabrik yang berkaitan dengan mekanika dan kelistrikan, bahkan untuk posisi guru Fisika di SMP-pun tak ada lagi. Mbah Parjo pamannya yang berprofesi sebagai dukun akhirnya menawari Bagus untuk bekerja. Jadilah ia kini sering terlihat mondar-mandir ke pasar Wage beli kemenyan, kembang setaman, minyak Fanbo, dan juga sebagai asisten yang mendampingi mbah dukun ketika pasien sedang digarap.

Mbah Dukun Parjo belumlah tua, berusia 50 tahun, berperawakan pendek diluar ukuran rata-rata. Ia seorang yang berwibawa sekaligus pandai meyakinkan orang. Kata-katanya bagai sugesti alam bawah sadar yang tertanam kuat mencengkeram kesadaran pasiennya. Mau dikata apa, Asti si janda genit usia 40 tahun dari kampung Kranji sampai rela tubuhnya dimandikan telanjang demi mengembalikan kemolekannya saat usia 27 tahun. Bagus tak kuasa menyembunyikan gairah syahwatnya ketika melihat lekuk tubuh sang janda yang terbalut lembut sinar bulan purnama. Ia sedikit malu menyadari tubuhnya gemetar ketika menciduk air tujuh rupa dan kembang setaman lantas buru-buru menyiramkan pada tubuh Asti. Kini tubuh sintal itu sedang diraba-raba paman sebagai syarat memasukkan japa mantra agar awet muda. Tinggal selangkah lagi janda molek itu pasti akan disetubuhi paman di atas altar batu tanpa berontak sedikitpun.

Disela-sela waktu senggang, ketika mbah Parjo sedang ngorok disiang hari, Bagus membersihkan kamar praktek mbah dukun sembari mendengarkan lagu-lagu Guns and Roses dari MP3 playernya. Lagu Welcome to The Jungle disetel keras-keras untuk mengusir rasa seram ketika ia melihat hiasan tengkorak yang remuk di ubun-ubun, keris-keris yang berserakan di meja, bau kemenyan bakar yang bekasnya menggunung, serta semerbak bunga melati yang memenuhi ruangan.

Di sore hari ketika sedang tak ada pasien Bagus membersihkan pekarangan rumah yang kebanyakan ditanami pohon Bambu Kuning, Tebu Ireng, Cocor Bebek dan Jambu Dersono. Tanaman kepercayaan Mbah Parjo ini dikatakannya untuk menjadikan tanah adem, sebagai penangkal santet, dan media penyembuhan orang yang terkena guna-guna. Bagus manggut-manggut, tapi dalam hati kecilnya susah untuk percaya. Dukun jaman sekarang ternyata tak mau disebut kuno dan menyesuaikan diri dengan pemikiran yang makin modern. Tradisi keilmuanpun diikutkan untuk menjelaskan ilmu santet secara ilmiah. Klaim ilmuwan bahwa tanaman Tebu Ireng, Bambu Kuning, Jambu Dersono, dan Cocor Bebek bermuatan listrik negatif akan menolak kekuatan setan dan santet yang juga bermuatan listrik negatif. Hukum Coulomb dipakai untuk membuat orang yakin, tapi ilmuwan mana yang mengadakan penelitian itu? Setan bermuatan listrik negatif? Bagus menggeleng-gelengkan kepala. Daun-daun kering yang berserakan itu akhirnya disapu dan kemudian dikumpulkan untuk dibakar.

Bagus tak begitu tertarik dengan kekuatan-kekuatan ghaib. Bertahun-tahun ia belajar Ilmu Pasti, ilmu Fisika, ilmu yang masuk di akal alias nalar, tapi kini ia dipaksa berurusan dengan hal yang berbau klenik, hal yang tak pasti dan tak masuk di akal. Pernah ia tertegun dan bengong ketika pamannya mengeluarkan seonggok paku dan jarum karatan dari perut pasiennya. “Ini santet datang dari arah Barat..... dari Banten nak Wiwin.”

“ Wah ini pasti kerjaan si Jarwo mbah ..., dia iri tender ngaspal jalannya kalah lagi.”, kata Wiwin. “ Ini santet mau dikembalikan po nak Wiwin.”, kata mBah Parjo dingin.

“ Iya mbah...”, kata Wiwin setuju. Tubuhnya kini terasa enteng, rasa sakit yang melilit perut akhir-akhir ini hilang seketika.

Dan seperti kilat cahaya yang tiba-tiba membuat terang benderang kamar praktek mbah dukun, paku dan jarum berkarat itu menghilang seperti ditelan bumi. Bagus tercengang bagaimana semua bisa hilang bersamaan dengan meredupnya cahaya. Bagus mencoba menerka-nerka dengan logika tapi malah membuat dia pusing kepala. Ia ingin bertanya pada Einstein tentang benda yang diikutkan kecepatan cahaya akan musnah karena gesekan yang sangat cepat, tapi kemudian tiba-tiba membentuk kembali wujudnya dan bersemayam di perut si penyantetnya?

" Santet sudah saya kembalikan ke Jarwo, nak Wiwin."

Mbah dukun Parjo sendiri tak perlu repot-repot menjelaskan, semua sudah ada yang menangani. Ya, kekuatan ghaib yang dimilikinya konon turunan dari kakek Bagus, ditambah lelakon tapa brata yang sering dilakukan kala masih muda. Bagus kembali membayangkan seolah paku dan jarum itu dicacah - cacah menjadi ukuran kecil hingga bisa memasuki pori-pori tubuh langsung menembus perut. Paku dan jarum itu seolah masuk mesin teletransporter seperti dalam film Star Track yang sering ditontonnya, membentuk wujudnya kembali dan bersemayam di dalam perut. Hilang di sini dan muncul di sana.

++++

Sore hari - Rabu Wage, Wiwin si pengusaha muda yang sedang menanjak bisnisnya di kota kecil Purwokerto itu sowan kembali ke mbah Parjo. Wiwin menganggap mBah Parjo adalah panutan sekaligus penolong dalam masalah yang dihadapinya. Sambil mengeluarkan foto perempuan cantik, Wiwin berkata tanpa sungkan,“Mbah Parjo, Desi kembang kampus ini bikin aku tergila-gila. Tolong dijampi-jampi ya mbah biar dia cinta sama saya.”

Mbah Parjo manggut-manggut. Rasa percaya dirinya seolah menyentuh langit, ilmu peletnya dikenal luas sangat ampuh. Banyak lelaki tua muda yang mengalami krisis identitas datang menemui mbah dukun untuk meminta pertolongan, semua karena alasan yang sama: cintanya ditolak. Juga ibu-ibu setengah baya yang mulai resah akan wajah dan tubuh mereka yang tak seindah dulu lagi. Pilihan susuk awet muda ibarat sebuah menu siap saji diantara daftar menu yang paling digemari mereka.   Mbah Parjo mengamati wajah dalam foto itu. Dahinya mengkerut, matanya seolah menerawang, “ Wah ... ini banyak yang nguber-uber, mas Wiwin. Perempuan ini sepertinya tahu kalau dia cantik. Dia orangnya pilih – pilih. Siapa namanya? Oh jeng Desi ya.., sepertinya dia belum serius mikir pacaran.”

“ Tapi mbah, bisa kan kalau Desi dibikin kinthil sama saya?”

“ Wah tenang saja mas Wiwin, embah kasih pelet yang cespleng biar jeng Desi tergila-gila sama sampeyan. Sampeyan ndak usah repot-repot nglakoni pake puasa mutih segala. Serahkan semuanya pada mbah.” 

Foto Desi ditaruh dalam gundukan kemenyan, dalam komat kamit si mbah dukun menyebut nama lengkap Desi sembari bergumam dalam japa mantra. Tiba-tiba dari mulutnya keluar jarum emas yang jatuh tepat di atas foto Desi. Diambil jarum itu dan dari ujungnya timbul lilitan hitam lengket seperti kemenyan. Kotoran seperti upil itu lantas dilengketkan pada sepotong rajah bertuliskan Arab gundul dan diikat rapi dengan benang kasur."

" Jeng Desi pasti akan lengket sama nak Wiwin.", suara mbah dukun mantab sambil meyerahkan rajah itu kepada Wiwin. 

Keesokan harinya datanglah seorang pemuda ganteng, juga membawa foto Desi. Bagus penasaran betapa seorang Desi mampu membuat -- setidaknya dua lelaki tergila-gila padanya. Bukankah Desi sebetulnya yang punya pelet cinta?

“Mbah, saya tresno-mati sama perempuan yang di foto ini. Saya mohon mbah, tolong dijodohkan saya dengan dia. Apapun lelakon yang harus saya jalani pokoknya saya manut.”

“Edaaaaan ... ternyata benar si Desi banyak yang naksir”, batin Bagus si sarjana Fisika, “ si pemuda bernama Ipung ini tampak merana karena cinta."

“ Wah tenang saja nak Ipung, embah kasih pelet yang cespleng biar jeng Desi tergila-gila sama sampeyan. Sampeyan ndak usah repot-repot nglakoni pake puasa mutih segala. Serahkan semuanya pada mbah.”

Dan ritual yang sama dilakukan oleh mbah dukun, " Jeng Desi pasti akan lengket sama nak Ipung."

Bagus tak habis pikir dengan permintaan dua lelaki yang ingin mendapatkan Desi. Ia lebih tercengang lagi ketika pamannya memberikan japa mantra yang sama, berkata - kata yang sama, dan memberikan garansi yang sama. Dijamin keduanya akan mendapatkan cinta Desi. 

Sebetulnya mbah Parjo-lah yang selalu menerangkan kepada Bagus sang keponakan bahwa ilmu ghaib itu masuk di akal. Seperti cara kerja pelet yang disebut paman sebagai energi yang ditransfer untuk mempengaruhi alam bawah sadar dan memicu otak merasakan cinta, rindu, kangen, dan ingin selalu bertemu dengan pemeletnya. Bagus manggut-manggut mendengarkan penjelasan paman. Ingin ia mempercayai tapi dalam hati kecilnya ada sesuatu yang menolak. 

Energi apakah yang ditransfer? Apakah energi listrik yang bisa membuat terang benderang seantero kota Purwokerto? Atau energi atom yang sanggup meluluh lantakkan Hiroshima? Andai dua japa mantra ibarat dua rudal Patriot yang siap diluncurkan dari Mobil Peluncur Roket, seorang komandan perang artileri tak akan pernah membidikkannya pada satu titik sasaran yang sama. Betapa bodoh jika ia membidik satu target dengan dua peluru.

+++

Jum'at Kliwon mbah Parjo kedatangan enam orang tamu. mereka para pemburu harta karun Soekarno. Salahsatunya adalah pensiunan jenderal polisi, yang lain adalah pensiunan pejabat PU dan pensiunan pegawai tinggi Departemen Agama. Masing-masing membawa ajudan. Mitos harta peninggalan Soekarno yang berjumlah ratusan trilyun dan tersimpan secara ghaib membuat orang-orang berlomba-lomba untuk menguasainya. Tak peduli seorang menteri di Jakarta atau tukang becak di stasiun Gubeng semua terpikat dengan mimpi indah menjadi kaya raya. Beberapa orang bahkan terobsesi dengan pemanfaatan harta karun untuk menyelamatkan bangsa, sungguh jumlah harta yang sanggup membayar semua utang luar negeri, menyantuni semua fakir miskin, dan membuat rakyat makmur jibar jibur. Satrio Piningit sang Juru Selamat Indonesia telah hadir.   

Mbah Parjo sendiri tak ambil pusing dengan jumlah trilyunan yang diimpikan banyak orang. Dia cukup ambil keuntungan sekedarnya dari prosesi ritual yang menjadi syarat ubo rampe seperti minyak pemanggil jin, candu dan jenis minyak lain yang dibutuhkan. Dari suplier kios pasar Pasar Wage yang berjualan aneka minyak ritual mulai minyak Jafaron sampai Misik dan Gaharu -- mbah Parjo bisa mengambil keuntungan dengan menaikkan harga sesuka dia kepada pasien-pasiennya. Dan jumlah tersebut adalah lebih dari cukup sebagai ladang bisnis yang sangat menguntungkan.

Piranti untuk ritual pengambilan harta Soekarno telah disiapkan Bagus ke dalam sebuah tas kulit, isinya adalah: tongkat komando milik Soekarno, uang kertas Soekarno yang bisa melipat secara gaib (dan ini harganya bisa jutaan rupiah), menyan, candu, minyak pemanggil Jin yang konon asli dari Yaman, samurai kecil untuk keperluan harakiri peninggalan Jepang, serta lantakan emas 24 karat yang konon diambil secara ghaib dari tanah Pasundan. 

Ketika rombongan sudah siap akan berangkat Wiwin si pengusaha sukses itu tiba-tiba datang -- menyela minta waktu sebentar kepada mbah Parjo. Dari raut wajahnya ia seperti membawa masalah. 

" Mbah saya ada masalah penting nih."

" Jangan sekarang nak Wiwin. Hari ini mbah ada ritual mau mengangkat harta karun Soekarno."

" Tapi mbah ...", Wiwin protes. 

“ Urusan nyantet si Purwadi bisa ditunda. Apalagi ini bukan hari baik buat nyantet. Sudah nak Wiwin ikut saja sama kita.”

Bagus yang mendengarkan percakapan kedua orang itu merinding. Mau menyantet orang kok masih bisa ketawa-ketawa, sambil tawar menawar.

" Malem Sabtu ya mbah?", kata Wiwin.

" Beres nak Wiwin.", mbah Parjo menyanggupi.

Jadilah mereka bersembilan berangkat dengan dua mobil menuju bukit Kemuning. Sore itu awan cerah udara sejuk. Perjalanan menuju kaki gunung Slamet itu penuh kegembiraan. Wiwin menyetel keras-keras musik kesukaan Bagus Welcome to The Jungle sambil memukul - mukul setir mobil seolah penggebuk drum Guns and Roses. Bagus yang duduk di jok tengah walau tampak malu-malu mengikuti beat lagu dengan menggerak-gerakkan jari jemarinya seolah Slash sedang memainkan gitarnya. Hutan belantara di kiri kanan seolah menyambut kehadiran mereka dengan keramahan yang ceria. Wiwin dan Bagus terhanyut dalam ekstasi lagu itu. 

Tiba-tiba mbah dukun Parjo memotong keasyikan mereka berdua, “ Nak Wiwin, kita jangan lewat jalan utama, lewat Kemutug saja lebih aman.”

“ Mbah lewat Kemutug jalannya sempit, terjal, dan berliku.....”, protes Wiwin.

“ Sudah -- Nak Wiwin percaya sama saya. Walau agak repot, ini sudah tak terawang -- hitungan Nagadina-nya sudah tepat. Kalau lewat sini kita pasti dihadang pasukan jin. Bisa-bisa kita cilaka ...   nggak slamet.” 

Wiwin mematuhi omongan mbah dukun, ia memutar balik mobil Pajeronya dan mengambil jalan yang dianjurkan. Mobil di belakangnya yang berisi rombongan pensiunan jenderal polisi itu mengikuti. Dikejauhan terlihat tebing curam sangat indah. Jalan sempit dan terjal menyusuri hutan belantara mengingatkan kembali Bagus pada masa-masa SMA saat berkendara motor bersama teman-temannya menuruni jalanan terjal dengan mematikan mesin motor sambil berdiri lepas tangan. Angin gunung yang menerpa tubuh mereka dengan kencang dirasakan seolah sedang melayang di awang-awang. Mereka bersorak gembira.

Satu jam perjalanan ditempuh, Bukit Kemuning sudah kelihatan di depan mata. Setelah rombongan melewati tikungan, jalan tanjakan panjang akan mengantarkan mereka pada tempat pemberhentian yang dituju. Tampak di kejauhan sebuah truk Fuso membawa gelondongan kayu menuruni jalan dari arah depan. Wiwin mengurangi kecepatan sambil meminggirkan mobil ke tepi jalan. Dalam jarak yang sudah diperkirakan truk itu akan berpapasan secara aman, tak disangka laju truk tiba-tiba oleng seperti gajah mabuk. Wiwin yang berada dibalik kemudi tak sempat menghindar lagi. Moncong sebelah kanan truk itu langsung menghajar bagian depan mobil Pajero Wiwin. Suara berdebum dan bunyi kayu gelondongan yang tiba-tiba lepas dari ikatannya terdengar keras sekali. Mobil Pajero Wiwin ringsek dihantam truk, kayu gelondongan berjatuhan menimpa atap mobil. Semua penumpang di dalam mobil Pajero panik.

“Mbah Pajero .. Eh mbah Parjo piye tho!!! Milih waktu dan jalan kok salah. Wah... apes tenan .. aku ......”, ratap Wiwin.

Ratap tangis Wiwin tak dihiraukan mbah Parjo. Ia sendiri sedang meraung-raung kesakitan. Tolong ... tolong, seolah si sakti mandraguna kehilangan kewibawaan dan daya magisnya, kini ia merengek seperti anak kecil yang lemah, ketakutan, seraya menangis karena sakit yang luar biasa.

Rombongan mobil di belakang segera menghentikan kendaraannya. Pensiunan jendral polisi dengan sisa-sisa kegesitannya menghampiri mobil Pajero yang ringsek. Mereka berusaha menolong tapi kesulitan. Atap mobil ringsek tertimpa gelondongan kayu, mesinnya melesak ke dalam dashboard. Mbah dukun Parjo dan Wiwin terjepit di dalamnya, darah mengucur dari sekujur tubuh mereka.

" Ini pasti ulah jin penunggu harta pusaka Soekarno.", ujar pensiunan jenderal polisi sambil berusaha membuka pintu mobil yang ringsek. Pensiunan pegawai tinggi Departemen Agama itu mengamini sang jenderal sambil komat-kamit membaca rapalan doa pengusir jin. Pensiunan pegawai PU terlihat sibuk menganalisa sudut kemiringan jalan, kondisi truk Fuso yang masih baru, sopir truk yang sadar, sambil bergumam mustahil untuk terjadi kecelakaan. Bagus dalam kesakitan masih bisa merasa heran dengan cara pikir orang-orang terpelajar yang pernah menduduki jabatan tinggi dalam birokrasi itu. Rasa-rasanya akal sehat mereka sudah hilang.

Ya, selama menjadi asisten pamannya ia selalu dihadapkan pada keseharian hidup yang berada dalam bayang-bayang dunia okultis, sebuah kehidupan yang dirasakan nyata tapi dipaksa ada kenyataan lain dibaliknya. Kejadian yang mestinya sebuah kesederhanaan dimaknai mbah dukun dan pasien-pasiennya sebagai hal yang rumit dan tak masuk akal. Kalah pilihan Lurah identik dengan kurang sesaji, istri selingkuh identik dengan kena guna-guna, sakit demam identik dengan kesambet setan, tidak naik jabatan identik dengan kalah aji pengasihan. Dan kini si pensiunan jenderal polisi itu masih sempat bergumam bahwa kecelakaan ini akibat marahnya jin penunggu harta pusaka Soekarno. Bagus selama ini mencoba menerima semua kenyataan itu -- tapi lama kelamaan penolakan itu mencapai puncaknya. Perhatiannya kini terarah pada mbak dukun dan Wiwin yang sekarat dijemput maut. Ia tak tahu harus menyalahkan siapa. 

Ia kini hanya bisa merasakan kedua lututya terjepit. Ia yakin, dari rasa kebas dan sakit yang luar biasa -- tulang-tulang kakinya sudah remuk terhimpit badan mobil. Dan itulah sebuah kenyataan. Kenyataan berada pada tempat yang salah dan waktu yang salah. 

Janu Jolang
Padepokan Melati Mas
Banten, November 2012

Monday, October 15, 2012

NIKAH SURAT BUKAN AURAT

Foto perkawinan Hussein dan Aaliyah tampak bahagia dalam adat Pakistan. Diantara kerumunan teman-teman dan saudaranya, Aaliyah terlihat anggun dengan baju Lehenga warna maroon berselendang kuning, berkerudung ala Benazir Bhutto dan kalung batu yang menghiasi keningnya. Sang suami, Hussein memakai baju yang sama berlengan panjang terlihat memeluk Aaliyah dengan mesra. Mereka berdua tampak bahagia walau usia tak muda lagi.


Usai acara pernikahan adat, mereka mencatatkan perkawinannya ke Court House guna mendapatkan sertifikat perkawinan. Giliran pulang ke rumah, alih-alih segera "honeymoon" tapi mereka malah berpisah dan pulang ke tempat tinggalnya masing-masing. Keesokan harinya mereka menjalani hidup sehari-hari seperti biasa, Aaliyah menjadi nanny - perawat bayi di keluarga kaya di Bethesda, sedangkan Hussein adalah kasir di toko mini market. Tak ada yang istimewa tentang pernikahan mereka.

Sungguh dunia imigran gelap di Amerika sangatlah berwarna. Apa yang dilakukan oleh Hussein dan Aaliyah disebut Nikah Surat. Hal ini "sering" dilakukan para imigran sebangsanya. Aaliyah yang warga negara Amerika naturalisasi menikahi Hussein seorang pendatang gelap asal kampung halamannya di Pakistan. Lewat proses sponsorship, Hussein sang suami yang tadinya berstatus imigran gelap bisa memperoleh status sebagai permanen residen.

Berbeda dengan di Indonesia yang (secara sembunyi-sembunyi) populer dengan istilah Nikah Aurat alias nikah tak butuh surat. Konon praktek seperti ini banyak dilakukan para pejabat atau pengusaha kaya raya yang mengambil istri simpanan sebagai gula - gula dalam hidupnya. Nikah aurat semata-mata untuk "memenuhi" hasrat aurat, sebaliknya nikah surat yang dikenal di Amerika tak melibatkan kontak aurat tapi yang dibutuhkan adalah surat. Kedua jenis perkawinan itu punya maksud sama, sama-sama mengakali norma norma lembaga perkawinan.

Nothing is free in America. Ya, ujung-ujungnya duit alias UUD. Untuk pernikahannya Hussein harus mengeluarkan uang sebesar 15.000 dolar sebagai imbalan karena Aaliyah bersedia menikahi dirinya. Lewat proses sponshorship Hussein kini telah mendapatkan green card ditangannya, dan Hussein secara hukum punya hak legal untuk tinggal dan bekerja di Amerika. Ia juga bisa mengklaim benefit seperti bantuan kesehatan, asuransi, dan tunjangan sosial. Hanya butuh waktu menunggu dua tahun pada masa kondisional Greend Cardnya, Hussein kemudian bisa mengajukan cerai tanpa takut kehilangan status permanen residennya. Tiga tahun berikutnya ia bisa mengajukan naturalisasi untuk menjadi Warga Negara Amerika.

Aku lantas teringat film komedi romantis Green Card tahun 90 an yang pernah populer di Indonesia, diperankan aktor Prancis Gerard Depardieu yang dalam film ini ia menjadi pelayan restoran dan si cantik Andie Mac Dowell, berperan sebagai aktifis lingkungan hidup. Dalam kisahnya, mereka melakukan Fake Married, alias pernikahan palsu agar si lelaki tidak dideportasi ke Prancis, dan si perempuan dapat keuntungan finansial dari pernikahannya.

Masalah muncul kala si petugas imigrasi mencium kejanggalan dalam pernikahan mereka. Ketika si petugas minta ditunjukkan ke kamar mandi tapi sama si Gerard (karena tak pernah tinggal di apartemen istrinya) malah ditunjukkan ke Closet. Kecurigaan timbul dan kedua petugas imigrasi kemudian memutuskan untuk menginterview (investigasi) mereka secara formal di kantor imigrasi dua minggu lagi.

Takut akan ketahuan pernikahan palsunya si perempuan lantas mengajak si lelaki untuk tinggal bersama di apartemennya, berusaha untuk saling mengenal cara bicara dan kebiasaan masing-masing, masa lalunya, profesi pekerjaan, hingga kesukaannya. Dalam prosesnya ternyata tak semudah itu. Mereka baru menyadari bahwa mereka tak dapat mentolerir kebiasaan masing-masing pasangannya. Si cowok yang ternyata keras kepala, pemalas, egois, perokok yang lebih suka daging setengah mateng ketimbang masakan vegetarian. Dan si cewek yang saklek dan progresif liberal, terobsesi dengan kebun aneka tanaman di rumahnya.

Dalam hukumnya, setiap pasangan nikah beda bangsa di Amerika harus direview status perkawinannya selama dua tahun berturut-turut oleh petugas imigrasi. Hal ini ditengarai karena hampir 30 persen pernikahan itu berstatus "Nikah Palsu". Dan Ketika petugas imigrasi menginterview pasangan secara terpisah, layaknya seorang penyelidik, seorang profiler yang dibekali dengan kepandaian menganalisa watak dan perilaku seseorang. Mereka memberikan pertanyaan yang paling ringan tentang kebiasaan masing-masing pasangan tiap harinya, makanan kesukaan, baju yang disukai, sampai film atau musik kesukaannya. Dari pemeriksaan silang keduanya akan terlihat apakah mereka benar-benar tinggal serumah dan seberapa dekat mereka mengenal pasangan hidupnya. 

Dan ketika petugas menemukan kejanggalan dalam perkawinan Aaliyah - Hussein, ketika masing-masing jawaban nggak sinkron satu sama lainnya, petugas akhirnya mencecar dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan mengintimidasi. Aaliyah diprofokasi bahwa Hussein ternyata adalah seorang yang disinyalir anggota teroris Al Qaeda yang sedang membangun jaringan di Amerika. Mendengar pernyataan dari si petugas Aaliyah menjadi ciut nyalinya. Takut dituduh ikut terkait jaringan teroris yang bisa mengakibatkan hukuman berat akhirnya Aaliyah menyerah dan mengakui bahwa perkawinan yang dilakukannya adalah perkawinan palsu.

Demikian nasib keduanya berakhir tragedi. Hussein akhirnya ditahan dan kemudian deportasii ke Pakistan. Sedangkan Aaliyah dijerat dengan pasal yang bisa mengakibatkan hukuman kurungan selama 5 tahun dan denda sebesar 250.000 dollar. Kejadian ini tak membuat orang jera dan mereka tetap melakukan praktek Kawin Surat. Selama hukum ekonomi masih berlaku, ada permintaan - ada penawaran, maka akan selalu bermunculan kisah-kisah seperti dalam film Green Card. Ada diantara mereka bernasib tragis, tapi adapula yang berakhir manis.

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap di Amerika

Saturday, August 25, 2012

SENOR COYOTE

Coyote adalah sejenis anjing liar yang ganas, mirip srigala, punya daya endus yang hebat dan efisien dalam membunuh mangsanya. Binatang ini banyak ditemui di Dataran Amerika hingga Kanada.


Dalam dunia penyelundupan manusia, human trafficking, terutama di daerah perbatasan Mexico dengan Amerika Serikat dikenal istilah Senor Coyote, dia bukan anjing melainkan orang yang pekerjaannya memandu rombongan orang orang gelap masuk ke Amerika. Pekerjaan ini dibayar mahal karena memang tugasnya cukup berat. Membawa rombongan imigran gelap menempuh perjalanan berat selama berhari-hari melewati gunung-gunung, menyebrangi sungai, padang bebatuan, atau padang pasir. Garis batas sepanjang 8000 miles dari Tijuana dekat California turun ke Juares dekat New Mexico sampai Matamoros dekat Texas adalah lahan pekerjaan Senor Coyote.

Ibarat Rambo yang menguasai medan, tahu seluk beluk menghapus jejak, tahu menghindar dari sergapan musuh, perjalanan melintasi perbatasan adalah sesuatu hal yang mendebarkan. Mereka harus tahu kapan berangkat, kapan istirahat, dari daerah mana mereka masuk Amerika, juga menghindar atau bersembunyi dari patroli petugas perbatasan.

Ketika helikopter melintas, mereka harus tiarap, menutupi tubuh mereka dengan selimut atau bersembunyi di semak semak pohon perdu, tak boleh menyalakan api unggun, memasak dan membuang bungkus sisa-sisa makanan. Dan ketika mereka berjalan lagi, orang terakhir harus menghapus bekas jejak langkah mereka dengan ranting-ranting pohon.
Tukang cuci piring di restoran tempatku bekerja bernama Jose cerita bahwa untuk bisa masuk ke Amerika dia harus bayar 7000 dollar pada mafia penyelundup di Tegucigalpa ibukota Honduras. Jose dulunya adalah kuli pemetik jeruk dengan bayaran 5 dollar sehari di kampung halamannya di sebuah kota kecil di Honduras. Lelaki muda dan ganteng serta bermata biru itu barangkali kalau di Indonesia sudah jadi bintang iklan dan jadi pujaan banyak wanita.

Ketika kutanya butuh paspor untuk melintasi tiga negara, Salvador, Guatemala, dan terakhir Mexico, Jose yang hanya bisa bahasa Spanyol dan buta huruf itu menjawab, " No necesidad de pasaporte, solo dinero." Nggak butuh paspor, hanya uang saja. Seolah jawaban Jose ingin menggambarkan bahwa untuk melintasi ketiga negara tersebut si Coyote Honduras akan mengurus mereka dengan aman dan nyaman layaknya seorang travel guide alias pemandu wisata yang akan memandu mereka melintasi 3 negara.

Tapi janganlah dibayangkan para pelintas batas itu mau pesiar seperti turis-turis berkantong tebal, melainkan mereka lebih mirip pengungsi. Jose si tukang cuci piring ketika kutanya hanya berbekal 1000 lempira mata uang Honduras yang kira-kira setara 50 US dollar. Sepanjang perjalanan Honduras – Mexico yang memakan waktu kurang lebih 8 hari dengan mengendarai mobil van, mereka hanya dijatah makan sehari sekali oleh Senor Coyote. Kalau ada dari mereka yang protes, rewel atau menyusahkan selama perjalanan, si Coyote tak segan-segan bersikap kasar dan menurunkannya di jalan.

Ketika mereka kelelahan dan kelaparan saat menginap di Guatemala, mereka tak boleh keluar rumah untuk membeli makanan atau minuman. Bisa bisa nanti mereka ditangkap petugas karena tak punya paspor. Selama perjalanan Honduras - Mexico mereka selalu kucing kucingan dengan aparat imigrasi atau menyuap kepada oknum petugas polisi yang mencegat di jalan.

Setelah sampai di Mexico, Jose bercerita bahwa mereka masih harus menunggu selama berhari-hari dan ditampung di sebuah rumah, berganti Coyote Mexico lain yang akan mengurus mereka hingga masuk Amerika. Di sini banyak polisi yang berpatroli, mencari-cari orang gelap yang akan menyeberang ke Amerika, aparat tahu bahwa daerah-daerah tertentu adalah “surga”nya mafia pemberangkatan para pelintas-batas. Jose dan kawan-kawan lebih banyak mengeram di rumah.10 hari mereka tersekap dalam ruangan sempit menunggu saat yang tepat untuk melewati perbatasan Mexico - Amerika.

Ketika kutanyakan darimana mereka berangkat. Jose hanya menjawab, “No saber” alias nggak tahu. Layaknya seseorang yang bermimpi di suatu tempat yang awam baginya, yang tak tau mana Utara mana Selatan, yang bisa dia ceritakan hanyalah  dia berjalan bersama rombongan melewati pinggir sungai selama berjam – jam, dan ketika sungai itu mulai menyempit dan dangkal -- mereka menyeberang. Setelah itu mereka menemui rintangan alam -- padang tandus berbatu. Mereka berjalan di bawah sengatan matahari yang panas. Seseorang amat mudah tertinggal dari rombongan dan tersesat karena mengalami dehidrasi, kelelahan, dan tak jarang mereka tidur sambil jalan. Saat mereka berasa lapar, si Coyote hanya bilang, “momento”, nanti di pemberhentian selanjutnya akan mendapatkan makanan. Tapi apa yang dijanjikan Tuan Coyote hanyalah bualan belaka. Ketika mereka istirahat dan tak mendapatkan makanan, si Coyote mengulangi lagi kata-katanya dengan bilang, .. nanti, ....nanti, sampe Jose dan teman-teman lainnya merasakan kelaparan yang amat sangat.


Malam menjelang, rombongan mereka yang berjumlah 20 an orang itu istirahat di daerah perbukitan, udara sangat dingin dan tak boleh menyalakan api unggun. Ketika kutanya Jose, jika ada salah satu orang yang sakit, “una persona enfermo”, sambil aku memperagakan orang yang sakit, “todo personas ayuda”? Apakah semua teman-teman membantu? Sambil aku memperagakan gerakan  memapah kemudian  menggendong.

Jose dengan santainya menjawab, “Nada”, Enggak ada. Sambil dia memperagakan lambaian tangannya dan bilang “Adios - Amigo”, Slamat tinggal, kawan. Yaa, mereka “terpaksa” meninggalkan si sakit, sambil Jose menambahkan ucapannya, “para perro”, alias si sakit biar untuk mangsa anjing liar. Sungguh ironis, betapa kerasnya hidup mereka hingga tak tersisa sedikitpun jiwa tolong menolong antar sesama yang sedang mengalami kesusahan. Banyak para pelintas batas ditemukan mati setiap tahunnya, entah itu tersesat, kehabisan bekal, atau sakit.

Dan setelah berjalan kaki selama 3 hari akhirnya mereka bisa memasuki Amerika.  Sebuah truk yang disupiri Coyote Amerika sudah siap menunggu mereka di kegelapan malam. Rasa letih dan lapar tiba-tiba sirna. Mereka tak peduli lagi dengan keadaan yang compang camping kepayahan. Rasa gembira dan sorak sorai kemenangan memenuhi hati mereka. Gembira karena separuh impiannya untuk bisa keluar dari kemiskinan telah tercapai. Mereka membayangkan segera bisa bekerja di restoran, atau di  jasa konstruksi, atau jadi tukang bersih-bersih gedung perkantoran. Dalam benak mereka terbayang bayaran 80 dolar sehari, 16 kali lipat dari yang selama ini mereka dapatkan di negeri asalnya. Tak sia-sialah usaha mereka sampai mempertaruhkan harta dan nyawanya.

Perjalanan ke tujuan akhir Maryland masih memakan waktu sehari. Baru saja truk keluar dari jalan tanah berbatu tiba-tiba mereka dikepung oleh gabungan petugas perbatasan. Semua imigran gelap yang berjumlah 20 orang itu disuruh keluar, dijejerkan secara berderet dengan tangan ke atas. Tampak wajah mereka kecewa bercampur sedih. Impian untuk bekerja dan hidup layak di Amerika pupus sudah. Mereka digiring ke penjara imigrasi. di data asal negaranya, direkam identitas tubuhnya, di check pernah berbuat kriminal di Amerika sebelumnya. Dan nasib Jose selanjutnya berakhir di penjara, ia mendekam selama 20 hari sebelum ia dipulangkan ke Honduras bersama-sama imigran gelap dari negaranya.

40 hari perjalanan menempuh bahaya yang “gagal” tak menyurutkan niat Jose untuk tetap kembali mencoba masuk Amerika. Tiga bulan berikutnya dia mengulangi lagi dan berhasil. Perjuangan yang luar biasa dahsyat itu diceritakan Jose dengan nada enteng, tanpa beban, sungguh ekspresi wajahnya seolah-olah dia hanyalah seorang pecinta alam yang sedang napak tilas, naik gunung dan menyeberangi sungai saja. Atau memang dia sudah terbiasa ditempa dengan kerasnya hidup sehingga menjadikannya lebih “rileks” mensikapi hidup ...

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelap di Amerika

Wednesday, July 4, 2012

FOSTER CHILD ALIAS ANAK NEGARA

Selama tinggal di Amerika aku belum pernah melihat anak-anak yang hidupnya menggelandang di jalan-jalan, menjadi pengemis, atau tidur di emperan toko. Sebaliknya hal itu amat mudah kutemui di Jakarta atau kota-kota besar di Indonesia. Mereka hidup di jalanan, jadi pengemis, kurir narkoba, pedagang asongan, atau tidur di kolong jembatan. Aku jadi teringat filmnya Garin Nugroho, Daun Di atas Bantal, yang menggambarkan betapa sosok anak yang masih ingusan sudah dihadapkan pada ganasnya kehidupan, diekpoitasi fisik dan mentalnya, menjadi korban kekerasan sexual, dan bahkan dibunuh untuk diambil organ tubuhnya. 


Anak-anak terlantar di Amerika bukannya tak ada, bahkan cukup banyak. Perkiraan, 600.000 -an anak tercatat setiap tahunnya dan kesemuanya dipelihara negara. Ada lembaga khusus yang mengurusinya yaitu Child Protective Services. Anak-anak terlantar mendapat sebutan Foster Child dan mereka ditampung dalam sebuah “lingkungan” bernama Foster Care, bisa berupa Juvenile House untuk anak-anak yang nakal, dan Foster Family, Keluarga yang bersedia menjadi Orang Tua Asuh. 

Anak-anak terlantar tak boleh berkeliaran di jalan dan harus mendapatkan kebutuhan hidup yang layak termasuk fasilitas kesehatan dan gizi yang memadai. 

Anak-anak juga harus mendapatkan perlindungan dari segala eksploitasi terhadap diri mereka, seperti dipekerjakan secara paksa sebagai pekerja di bawah umur, dijadikan obyek prostitusi anak-anak, dijadikan obyek dalam perdagangan obat bius dan narkoba, dianiaya fisik dan mentalnya, atau secara sexual. 

Hal utama yang menjadi tanggung jawab negara terhadap anak-anak adalah: memenuhi hak azasi anak-anak sebagai manusia untuk tumbuh dan berkembang secara wajar dengan mendapatkan pendidikan di sekolahnya, juga standar hidup yang layak untuk perkembangan fisik, mental, spiritual dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. 
Untuk mewujudkan "ide luhur" tersebut, negara menyediakan fasilitas berupa: pendidikan dasar dan menengah dimana anak-anak tidak dipungut biaya alias digratiskan sampai mereka lulus SMA.

Mengenai masalah kesehatan, sejak dini anak-anak sudah diberikan imunitas terhadap berbagai macam virus dengan memberikan vaksin yang jumlahnya bisa mencapai belasan, mulai dari Polio sampai Hepatitis, bahkan untuk pelajar wanita yang menginjak remaja diwajibkan untuk vaksin cervix guna perlindungan terkena kanker mulut rahim. Dan sekali lagi kesemuanya gratis.

Sebagaimana diketahui bahwa biaya kesehatan di Amerika sangat tinggi maka  anak-anak miskin dan terlantar dipenuhi fasilitas kesehatan mereka setara dengan orang-orang yang punya asuransi kesehatan.

Masalah pemenuhan gizi, anak-anak yang hidup di bawah garis kemiskinan akan mendapatkan "jatah" makan gratis lewat program Stamp Food, dan juga makan pagi dan siang gratis di sekolahan.

Untuk masalah Perlindungan Anak, Amerika sangat peduli bahkan sering dianggap sebagai "surganya" anak-anak. Cara pandang mereka terhadap anak sebagai makhluk yang belum berdaya, rentan, dan mudah dimanipulasi, dan di sisi lain anak-anak adalah cikal bakal penerus masa depan bangsanya, sungguh dua hal itu mendapatkan perhatian yang sangat serius.

Anak anak korban perceraian, walau secara kejiwaan mereka terluka tapi tidak (seharusnya) secara finansial. Kedua orangtuanya tetap harus bertanggung jawab dengan mewajibkan mereka "menafkahi" si anak hingga berusia 18 tahun. Besaran uang "child support" dibebankan kepada salahsatu orang tuanya yang tidak ketempatan untuk mengasuh anak. Jumlahnya sesuai dengan kebutuhan hidup dasar anak, juga dilihat dari besaran penghasilan kedua orang tuanya.

Andai si ortu lari dari tanggung jawabnya, maka institusi penegak hukum segera bertindak. Apabila telat atau lalai tidak menyetor uang child support maka lewat perintah hakim polisi akan mendatangi dan menangkapnya. Andai si ortu benar-benar menghilang, maka mereka dimasukkan ke dalam daftar "buronan", dikejar kemanapun pergi, lewat proses pelacakan nomer Social Securitinya, juga di "suspend" SIMnya. Kapanpun dan dimanapun identitas sang ayah atau ibu muncul, entah itu lewat slip gaji, atau transaksi perbankan, maka mereka dikejar untuk melunasi utang child supportnya.

Sebagian besar anak anak terlantar karena orang tuanya miskin. Orang tua yang kehilangan hak asuh terhadap anaknya tak bisa berkutik apa-apa. Ketika mereka dinyatakan tak mampu merawatnya, maka anaknya akan segera diambil (atau secara paksa) oleh Badan Perlindungan Anak dan segera dicarikan dan kemudian ditempatkan pada rumah orang tua asuh atau Foster Family.

Tapi secara hukum, kedua orangtua mereka tetaplah “legal guardians”, yang berarti ketika si anak misalnya akan menjalani operasi maka si orang tua biologisnyalah yang berhak memberikan persetujuan dan membubuhkan tanda tangannya.

Dalam kondisi yang normal, kedua orangtuanya tetap diberikan hak untuk mengunjungi anaknya, kecuali ada surat yang menyatakan mereka dilarang atau harus didampingi supervisor. Untuk kedua hal yang terakhir biasanya dikarenakan kedua orangtuanya pernah melakukan kekerasan atau kejahatan terhadap anaknya, atau punya problem kejiwaan yang bisa membahayakan si anak.

Jessica, pelayan kulit putih yang bekerja di restoran pernah mengalami menjadi Foster Child. Ia menceritakan betapa sedihnya ketika harus dipisahkan dari ibu tercintanya gara-gara si ibu tak mampu menyediakan tempat tinggal semenjak ayahnya masuk penjara gara-gara terlibat narkoba. Tercerabut dari keluarganya dirasa Jessica sangatlah menyakitkan. Ia harus meninggalkan apa-apa yang telah menjadi keseharian hidupnya, tempat tinggalnya, ibu tercintanya, sekolahnya, teman-teman dan tetangganya, untuk ditempatkan di rumah orang tua asuh.

Walau orang tua asuh Jessica amat sayang dan perhatian tapi ia tetap saja merasa kehilangan ibunya. Ia selalu cemas, merasa tak pasti masa depan hidupnya, dan takut tak bisa hidup bersama ibunya lagi. Ia sering merasa marah, pedih sebagai ekspresi dari rasa kehilangan seseorang yang dicintainya.

Anak-anak butuh seseorang untuk bersandar, ibarat mereka adalah anak harimau yang ditinggal mati induknya di tengah padang tandus yang menyengat, sedangkan mereka belum punya bekal untuk bertahan hidup. Dan negaralah sebagai harimaunya ketika induk biologisnya absen.

Aku jadi teringat sebuah adegan film tv yang menggambarkan seorang ibu tua yang sedang memandangi tembok yang penuh foto-foto anak asuhnya, foto-foto anak-anak tanpa dosa, yang dibesarkannya dengan perasaan tulus kasih seorang ibu, dijauhkan dari trauma, dan hingga kini si ibu tua itu masih dikunjungi oleh anak asuhnya. Diantara mereka ada yang menjadi dokter, pengacara, dan agen penyelidik. Betapa mulianya si ibu walau mereka bukan anak kandungnya sendiri.

Janu Jolang
Catatan Saku Imigran Gelapdi Amerika

Sunday, June 17, 2012

Raja Lebay

Andai aku mandi di Taman Sari 
Takkan kuijinkan mbok Mban menemani
Juga punggawa kerajaan menjagai
Dagadu ... minggat dari sini!!!
Aku hanya ingin berdua
Bercengkerama dan mandi sauna
Menyerap wangi ratus dan melati
Dalam buaian surgawi
(Janu Jolang)

Wednesday, May 9, 2012

KAMAR 216: PUISI NYOMAN KEPADA AKIRA SAN

AKU TAK BERPUISI
Aku tak menulis puisi di Bali
Bali menuliskan puisi untukku
Rinai hujan di Pura itu
Bukan akhir dari kisah indah percintaan ini

Ombak badai menghempas batu karang
Dengan gagah ia menghadang
Untuk apa kau tanyakan
Sudah semestinya aku berkorban

JANGAN KAU PISAHKAN KITA
Andai kautancapkan belati di dadaku
Takkan kaucium anyir darahku
Karena luka itu akan terbasuh airmata
Dan bumi akan mengekalkannya

Andai kaupukulkan gada di kepalaku
Takkan kaucium anyir darahku
Karena angin akan menerbangkannya
Dan hadir kembali lewat semilirnya

Andai kaubangun tembok yang memisahkan kita
Segera akan tercium anyir darah
Yang berontak melewati pori-poriku
Dan akan terus mencarimu

CINTA SEJATI
Adakah Rahwana mengira itu cinta sejati
Berbunga bunga semerbak petamanan hati
Memberi sangkar emas kepada pujaan hati
Melumat cinta membungkusnya dengan,

Segala digdaya dan angkara
Untuk memiliki pujaan hatinya

Adakah Romeo mengira itu cinta sejati
Ketika tragedi memisahkan kehidupan ini
Tak bisa memiliki tak bisa menciumi lagi
Melumat cinta membungkusnya dengan,

Segala pengorbanan hidupnya
Untuk memiliki pujaan hatinya

Cinta sejati adalah,
Ketika Sri Rama bisa

Melumat rasa cemburu dan rindu
Melumat rasa hina dan dusta,
Melumat rasa gelisah dan amarah,
Kedalam kasih sayangnya

Cinta sejati ada dalam jiwa yang penuh cinta
Bukan dalam jiwa yang penuh angkara

PENGEMBARA CINTA
Pantang melukai karena dihempas cinta
Pantang mendendam karena luka
Walau darah mengucur di kepala
Walau hati terkoyak tajamnya asmara

Cinta tak akan pernah bisa membunuhnya
Tapi akan menuntunnya
Dalam pengembaraan belantara sepi 
untuk menemukan Cintanya kembali

(Janu Jolang)

 
Site Meter