Friday, June 21, 2013

WELCOME TO AMERICA

Roda pesawat menyentuh ujung landasan, kegembiraan menyeruak diantara keletihan yang memuncak. Bandara JFK New York telah menyambut kedatanganku. Ingin segera kukabarkan pada ibu, pada paman, bahwa aku telah menjejakkan kaki di tanah Amerika.

  Aku berjalan keluar pesawat, kuikuti penumpang sambil berjalan pelan lewat lorong-lorong panjang. Kulihat wajah-wajah gembira diantara beberapa bule yang habis pesiar. Hatiku deg - degan, Hendro melihat kecemasanku dan ia berusaha menenangkanku.
Bandara JKF adalah salah satu bandara tersibuk di dunia, berbagai maskapai dari segala penjuru dunia datang dan pergi tak pernah henti. Tak lama kami sampai pada antrian panjang mengular di loket-loket imigrasi. Ya demikianlah suasana ketika para penumpang keluar dari pesawat. Kami menggerombol dalam satu barisan dan aku mencoba bersikap rileks diantara teman-teman pelaut, aku persis di belakang Hendro. Aku was-was andai visa pelautku ketahuan.
Petugas Imigrasi di depanku adalah seorang lelaki kulit hitam usia 50an, dan kulihat Hendro sudah lolos pemeriksaan. Aku maju ke depan sambil menekan rasa ketakutan jangan-jangan visa pelautku ketahuan. Dengan mencoba berlagak ramah aku menyapa petugas imigrasi dengan sopan, sekaligus menunjukkan sikap sigap seorang pelaut.
Petugas itu membolak balik pasporku dan mencocokkan datanya. Aku menunggu dengan was-was. Ia menanyakan," Kamu penggemar New York Yankee?", lantas aku jawab suka walau aku tak tahu apa yang dia maksud.
Ketika si petugas itu menunjuk ke arah topi yang kupakai berlogo NY, aku baru paham bahwa mungkin itu yang dimaksud. Sambil manggut-manggut aku mengulangi dengan antusias," I like New York Yankee .... I like New York Yankee."
Dan dari balik loket kudengar ia mengatakan, "Welcome to America .....Sailor"
Hatiku plong. Bergegas aku melangkahkan kaki menuju pintu keluar Terminal Kedatangan sambil menarik tas bawaan. Langkahku terasa ringan seolah semua beban dan kekhawatiran yang selama ini menggelayutiku hilang. Tak menyangka setelah mengalami jalan terjal berliku dan berat, semuanya kini terasa mudah dan ringan.
Tiba-tiba udara dingin menerpa wajahku, kuhirup udara sisa-sisa musim dingin yang membuat hidungku tersengat. Aku menggigil kedinginan. Ya aku baru pernah merasakan dingin yang barangkali enol derajat. Alih-alih menuju ke kantor kapal pesiar kita berbelok arah ke terminal bis di China Town, New York. Kami akan meneruskan perjalanan ke Washington D.C yang memakan waktu empat jam.

Monday, June 17, 2013

JUMP SHIP


Istilah Loncat Kapal sering dipakai anak-anak yang kabur dari kapal. Menurut cerita Hendro bekerja di kapal pesiar sangat berat. Tidak seperti gambaran orang awam yang mengira bekerja di kapal pesiar adalah suatu hal yang mewah, dengan baju seragam yang gagah dan suasana kapal pesiar yang luks, ditambah iming-iming gaji yang tinggi dan kesempatan bisa berkeliling dunia ke tempat-tempat indah di segala penjuru dunia. Iming-iming itu melekat di benak anak-anak muda seusiaku.

Hendro pernah ikut kapal pesiar tujuan Eropa. Di kapal Ia mendapatkan supervisor galak yang menginspeksi kamar secara detil, ke bagian-bagian yang tak terlihat mata, bahkan sampai ke balik toilet duduk. Dan ketika ia menemui debu disana maka segera ia berteriak memanggil Hendro dan "ngomel-ngomel" dengan sumpah serapah.
" Kerja di kapal pakai disiplin militer, man. Kalau kita nglawan atasan bisa-bisa kita malah makin sengsara. Pernah teman kerja dari Filipina protes gara-gara dia dikasih kerjaan nglewatin jam kerja, eeh keesokan hari dan selanjutnya dia malah ditekan ... sengaja dikerjain ... Akhirnya dia gak betah dan minta pulang. Ini kapal liat benderanya dulu man. Emang kepunyaan orang Amrik tapi benderanya bisa di Karibia, atau mana saja. Jadi aturan kerjanyapun tak seperti pekerja Amerika. Kita-kita gak bisa nuntut terlalu banyak. Makanya anak-anak kapal pasti ngiri kalo denger cerita temen-temennya yang kerja di darat, walau gelap tapi masih bikin duit. Makanya ketika ada kesempatan, lebih baik kabur dari kapal. Di darat biarpun dibayar murah jatuhnya masih lebih gede, man. Udah gitu kerja di darat nggak boring kayak kerja di kapal, ada liburnya. Kita bisa jalan-jalan. Kalo di kapal ada libur juga percuma, liatnya air laut saja hehehe. Kerja di kapal sistemnya kontrak 10 bulan, setelah itu dikasih ijin pulang dua bulan sambil bikin kontrak baru."
Hendro memperpanjang kontraknya yang ke tiga tahun ini, tapi keberangkatan kali ini untuk lompat kapal alias tak memenuhi panggilan kerja. Kerja di kapal sangat berat, sehari bisa kerja 10 sampai 13 jam, selalu ada yang harus dikerjakan, tak pernah berhenti, tidur hanya 5 jam. Dalam seminggu tak ada hari libur. Setelah bekerja selama 10 bulan baru diberi cuti 2 bulan. Hendro yang kebagian pekerjaan bersih-bersih sering mengeluh apalagi ketika harus membersihkan kotoran penumpang yang mutah, ketika kapal sedang oleng dihantam ombak atau penumpang yang mabuk di bar.
Saat pesawat lepas landas dari bandara Frankfurt hatiku berdebar campur gembira. Perjalanan menuju Amerika tinggal hitungan jam lagi. Badanku terasa letih setelah menempuh perjalanan panjang dari Singapore menuju Frankfurt. Anganku melayang kembali kepada kata-kata paman. Apa yang akan kucari di Amerika, aku sendiri tak pasti menjawabnya, tapi ada satu keyakinan diantara semua perantau yang akan pergi meninggalkan Indonesia bahwa mereka ingin memperbaiki kondisi ekonominya, mencari penghasilan yang lebih baik di negeri orang. Ya, motif ekonomi adalah iming-iming yang mampu menggoda hasrat mereka untuk menempuh resiko apapun. Apalagi semenjak Pak Harto Lengser, makin banyak orang tergiur untuk merantau ke sana, bekerja apa saja, dengan imbalan dollar. Ya .. ekonomi Indonesia terpuruk, banyak perusahaan bangkrut, lapangan kerja menyusut, dan nilai rupiah menjadi susut. Dollar Amerika yang tadinya dikisaran 2000 rupiah melonjak hingga 14.000 rupiah, dan bekerja di Amerika adalah suatu impian surga.

 
Site Meter