Saturday, February 1, 2014

KAMAR 310: ASYLUM - SUAKA POLITIK


Asylum dalam terminologi hukum keimigrasian AS adalah Peminta Suaka Politik. Mereka adalah orang-orang dari berbagai bangsa yang mengajukan dan meminta perlindungan kepada pemerintah Amerika karena alasan-alasan yang berkaitan dengan pelanggaran hak azasi manusia terhadap dirinya.

Ketika meletus kerusuhan Mei 98 banyak WNI keturunan Cina yang lari ke Amerika untuk meminta suaka politik dengan alasan kekerasan rasial dan kriminal. Banyak dari mereka akhirnya menjadi penduduk tetap dan kemudian mengajukan naturalisasi menjadi warga negara Amerika.
Tiga tahun berlalu, tepatnya setelah peristiwa 911, ketika serangan bunuh diri pesawat yang menghujam ke gedung kembar WTC dan Pentagon, Amerika menjadi paranoid dengan hal-hal yang berbau muslim. Mereka lantas mengadakan program wajib lapor diri bagi warga negara yang berasal dari negara - negara yang “dicurigai” ada kaitannya dengan terorisme, Al Qaida, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Kala itu banyak pendatang gelap merasa ketakutan. Status mereka yang dicap seolah-olah atau setengahnya "teroris" membuat nyali mereka ciut. Beberapa dari mereka mengadu ke Kedutaan Indonesia untuk meminta penjelasan tentang proses wajib lapor dan nasib mereka di kemudian hari. Saat itu kalau mereka tidak lapor atau mangkir, mereka akan diburu oleh satgas khusus bentukan Department of Homeland Security. Beberapa yang ketakutan mematuhi peraturan itu, mereka antri menyerahkan paspornya, didata, diperiksa, dan yang ketahuan overstay pasrah tinggal menunggu dideportasi.
Dalam suasana yang kacau dan penuh ketidakpastian, ada satu cara yang ditempuh para imigran gelap agar bisa tetap bertahan atau minimal memperpanjang waktu untuk "tinggal" di Amerika, yaitu mengajukan Suaka Politik. Maka mereka berbondong-bondong mencari tahu pengacara imigrasi mana yang bisa membantu menangani kasus mereka.
Selalu ada yang bermain. Yaa demikian istilah dalam dunia abu-abu Imigran Gelap di Amerika. Sebut saja mbak Rani -- yang bekerja sebagai staff paralegal di sebuah kantor Pengacara Imigrasi di area DC, Maryland, Virginia -- akhirnya kebanjiran klien dadakan dari imigran gelap Indonesia.
Mbak Rani mempermudah proses pengajuan Asylum para pendatang gelap untuk didaftarkan ke Kantor Imigrasi. Mulai dari "karangan cerita" sampai bukti-bukti yang nantinya akan di review dan diputuskan di pengadilan oleh hakim urusan keimigrasian. Kenapa disebut karangan cerita? Karena kebanyakan data dan fakta yang disodorkan ke pengadilan adalah fiktif alias karangan belaka. Isu yang diangkat kalau kebetulan si pemohon adalah WNI keturunan Tionghoa maka ceritanya dia "seolah-olah" menjadi korban sentimen ras, dengan diperlakukan secara kejam, disiksa, atau diperkosa.
Kalau kebetulan si pemohon adalah orang yang beragama Nasrani, maka cerita yang akan diangkat bisa bermacam-macam. Mulai dari dilarang beribadah, dianiaya warga, hingga gereja dibakar.
Andai si pemohon orang Aceh, maka isu GAM-lah yang diangkat sebagai cerita di pengadilan. Tapi kalau anda orang Purwokerto maka tidak masuk akal kalau alasannya adalah mau mendirikan Gerakan Purwokerto Merdeka. Cerita yang masuk akal adalah Anda "seolah-olah" dituduh sebagai pemasok kebutuhan logistik untuk GAM. Hidup anda merasa terancam karena dikejar-kejar aparat polisi atau intelijen negara.
Lain lagi kalau si pemohon adalah seorang aktivis demokrasi, maka tindakan represif dari sang penguasa; lewat agen intelijen, polisi, atau preman suruhan; lewat tindakan menculik mereka, mengintimidasi, menganiaya, atau bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Salah satu teman dari Indonesia sebut saja Romli yang dahulu di Indonesia adalah pembalap motor liar yang kerjanya kebut-kebutan di jalan raya, bahwa ia pernah kecelakaan parah hingga tangan dan kakinya patah, maka dengan menyajikan foto-foto ronsen yang penuh sambungan pin diantara kaki dan tangannya sebagai bukti di persidangan, ditambah plintiran cerita bahwa itu akibat disiksa tentara di masa era Presiden Soeharto, akhirnya permohonan Asylum Romli disetujui oleh hakim.
Singkatnya, inti cerita dan bukti-bukti yang akan disampaikan ke hakim haruslah masuk akal, meyakinkan, dan memenuhi kriteria sebagai korban pelanggaran hak azasi manusia, entah itu berkaitan dengan ras, agama, kebangsaan, anggota kelompok sosial tertentu, atau pandangan politik yang berbeda dengan pihak penguasa.
Para pemohon Asylum sadar bahwa rasa nasionalismenya tengah digadaikan. Mereka mengambil sikap seolah-olah sebagai “musuh” negara atau”korban” dari sebuah institusi negara. Tujuannya jelas, untuk tetap bisa bertahan dan mencari nafkah serta hidup di Amerika. Dan kondisi mereka yang serba belum pasti, yaitu mengambil sikap sebagai musuh Indonesia sekaligus belum diakui (bahkan bisa ditolak) oleh hakim, para pemohon Asylum tak mau statusnya diketahui oleh sesama perantau. Mereka takut akan dicap sebagai “pengkhianat” bangsa.
Aku jadi teringat lagunya Gombloh: Indonesia .. Merah darahku, Putih tulangku, Bersatu dalam semangatmu. Indonesia ... debar jantungku, Getar nadiku, Berbaur dalam angan anganmu. Kebyar ... kebyar ... pelangi jingga. Sekali lagi, hidup memberikan warnanya tak sekedar hitam atau putih melainkan juga abu-abu.

No comments:

 
Site Meter