Wanita kulit hitam itu bernama Crystal, tapi karena kepalanya
plontos mengkilat maka teman-temannya menambahkan Ball, jadilah ia bernama
Crystal Ball alias Bola Kristal. Nama yang sangat indah.
+++
Komunitas Anak Rantau
Wanita kulit hitam itu bernama Crystal, tapi karena kepalanya
plontos mengkilat maka teman-temannya menambahkan Ball, jadilah ia bernama
Crystal Ball alias Bola Kristal. Nama yang sangat indah.
Posted by Janu Jolang at 9:55 AM 0 comments
Hari ini kami kedatangan dua orang teman Asnawi dari
Philadelphia, mereka bekerja di pabrik yang banyak terdapat di negara bagian
Pennsylvania. Suka duka kerja di pabrik sungguh berbeda dengan kerja di
restoran. Kebanyakan anak-anak Indo melamar lewat agen, atau direkomendasi
temannya yang sudah bekerja di pabrik. Tomi menceritakan kepadaku bahwa agen
Kenny sangat terkenal di kalangan orang-orang Indonesia yang mau bekerja di
pabrik. Kenny menyediakan rumah gratis dan jemputan mobil bagi orang-orang yang
bekerja lewat dia. Kenny punya koneksi ke pabrik-pabrik selama puluhan tahun,
ia selalu mensuplai kebutuhan pekerja-pekerja lepas jika pabrik membutuhkan.
Sering pabrik meningkatkan kapasitas produksinya ketika permintaan pasar
meningkat, maka dengan mempekerjakan karyawan lepas tentu akan menghemat ongkos
operasinya.
Posted by Janu Jolang at 2:30 PM 0 comments
Andai
tembok apartemen Kampoeng Melajoe bisa berbicara maka ia akan menceritakan
banyak rahasia tentang anak-anak perantau. Bahkan ketika rahasia itu sedikit
terkuak keluar dari masing-masing pintu kamarnya dan itu sudah cukup membuat
gempar para penghuninya. Gosip beredar sangat cair di sini, atau kadang seperti
oksigen yang senyap dan tiba-tiba bisa berubah jadi eksplosif.
Posted by Janu Jolang at 10:53 AM 0 comments
Teman-teman
sekamar yang kesemua lelaki tidak semuanya bisa memasak. Di Indonesia, aku tak
pernah masak kecuali indomie dan telor ceplok. Di sini sedikit demi sedikit aku
mulai belajar memasak. Aku mulai rajin mengumpulkan resep, dengan bertanya pada
ibu-ibu perantau asal Indonesia yang tinggal di Kampoeng Melajoe. Masakan yang
bisa awet disimpan dalam kulkas seperti rendang sapi, telor balado, sambel
teri, kering tempe adalah resep favorit dan ketika ada waktu luang kita memasak
dalam porsi besar untuk persediaan.
Posted by Janu Jolang at 12:30 PM 0 comments
Ketika
ada waktu senggang, teman sekamar kadang suka mengajak makan di luar. Karena
kebanyakan mereka bekerja di restoran maka sedikit demi sedikit aku menjadi
tahu berbagai jenis masakan. Bang Herdi yang bekerja di restoran Arab di
Georgetown kadang membawa iga kambing bakar untuk disantap bersama. Oki yang
asal Malang paling senang dengan sup daging sapi asal Vietnam atau yang lebih
dikenal dengan nama Pho. Lidahkupun sedikit demi sedikit beradaptasi dengan
cita rasa masakan dari berbagai negara.
Posted by Janu Jolang at 1:00 PM 0 comments
Hari ini aku ijin tidak masuk kerja. Kepalaku pusing, sesak nafas,
dan badanku panas. Jangan-jangan aku terkena Swine Flu alias Flu Babi
yang sedang heboh akhir-akhir ini. Aku tergolek lemah tak berdaya sambil
menggigil kedinginan. Kalau sudah begini aku tiba-tiba merasa jadi
orang yang pengecut. Ketegaran yang dibutuhkan oleh seorang perantau
dalam menghadapi segala rintangan serasa menghilang. Aku jadi teringat
ibu, rindu dengan belaiannya ketika aku sakit, rindu dengan suapan
makanannya, atau omelannya yang melarang ini-itu biar aku cepat sembuh.
Aku butuh kehangatan untuk mengusir menggigilku. Selimut tebal tak
berasa apapun. Kurasakan seolah musim dingin kembali tiba – aku
menggigil merapatkan gigi. Ya, aku harus mencari kehangatan untuk
mengusir kedinginanku. Aku segera beranjak menuju kamar mandi. Kubuka
keran air panas hampir setengahnya, juga seperempat keran air dingin.
Kuisi 'bath tub' hampir penuh.
Itulah ritual yang selalu kukerjakan ketika aku sakit, aku berendam di
dalamnya. Kurasakan panas air beradu dengan kulitku yang menggigil
kedinginan. Sekejap kurasakan sensasi yang luarbiasa merayapi sekujur
tubuhku. Tubuhku nyaman tiada tara. Kalau ada sebuah kenikmatan terbaik
di dunia ini, aku lebih memilih berendam di air panas ketika aku sedang
tak enak badan. Kurasakan sebuah kedamaian membalut pori-poriku,
mengaliri aliran darahku, dan menenangkan syaraf-syarafku,. Kurasakan
sebuah surga kecil melingkupiku: Aku yang dibalut kehangatan dalam
ketidakberdayaanku, Aku yang merasakan kembali kepada fitrahku, kembali
pada kenyamanan natural dalam perut ibuku.
Posted by Janu Jolang at 9:22 AM 0 comments
Pemilik Restoran, sekaligus manager, dan berpengalaman sebagai Sushi Chef selama 13 tahun adalah orang Singapore bernama Jammy Tan. Berperawakan kekar dengan perut gendut, berambut panjang bak pendekar samurai, dan hobinya main badminton seminggu tiga kali. Delapan tahun yang lalu, ia mengambil alih tempat ini dari pemilik lama yang terpaksa menutup usaha klab gay-nya gara-gara ada pengunjung over dosis yang mati terjatuh dari tangga saat mau ke kamar kecil. Memang restoran ini terletak di lantai dua dan kamar kecil berada di lantai dasar. Pengelola gedung menyediakan kamar kecil itu untuk digunakan bersama-sama dengan kedai Sandwich dan kedai Crepes yang menyewa ruangan lantai dasar. Pekerjaan si boss ini serabutan. Kalau bagian dapur ramai order – maka ia akan membantu Lazaro si juru masak menggoreng tempura atau calamari. Giliran sushi ramai order dia berada di balik sushi bar memotong sushi dan meletakkan ke piring. Demikian pula kalau pelayan kewalahan, dia membantu entah itu membersihkan meja, mendudukkan pelanggan, atau membuat minuman. Kalau restoran sepi, dia lebih suka duduk di ruangannya berjam-jam tanpa keluar asik dengan browsing internet.
Orang kedua di restoran adalah Chow-san imigran asal Taiwan. Sejak muda -- ketika ia tinggal di Tokyo -- ia lebih memilih bekerja di restoran daripada belajar di bangku sekolah. Dan ketika ia pindah ke Amerika, ia pernah membuka restoran Chinese food khusus untuk orderan 'carry out' dan 'delivery'. Kata Chow-san, ia hanya mempekerjakan satu orang untuk terima order merangkap kasir, satu orang 'driver' untuk mengantarkan makanan. Dan urusan masak memasak ditangani dia sendiri. Dalam satu tahun kalender, Chow-san membuka usahanya 364 hari alias tidak pernah libur. Tapi sayang, hanya bertahan satu atau dua tahun, ia kemudian menjual tempat usahanya gara-gara ibunya 'stroke'. Ia lebih memilih mengurusi ibunya daripada mengurusi kedai carry-out-nya.
Chow-san bertanggung jawab di restoran kalau Juragan tidak masuk, dan biasanya itu hari Kamis dan Sabtu. Awalnya Chow-san bekerja di dapur sebagai Kitchen Chef, sedangkan Sushi Chef dipegang orang Jepang bernama Suzuki-san. Tapi berhubung restoran tidak seramai dulu, dan gaji orang Jepang itu sangat tinggi, dengan terpaksa si boss mengeluarkan Suzuki-san. Akhirnya Chow-san merangkap pekerjaan ngurusi sushi dan dapur. Selain itu, di bagian sushi masih ada dua orang lagi yaitu Aku yang bekerja 'full time', serta Hiro orang Jepang yang bekerja 'part time'. Baru kali ini kulihat ada orang Jepang yang mau bekerja sebagai 'sushi helper' alias di posisi pemula. Biasanya orang Jepang hanya tertarik di posisi tertinggi, Head Sushi Chef. Maklum, bagaimanapun kadang pelanggan kurang 'sreg' kalau Sushi Chefnya orang kulit hitam, atau orang Latin. Gengsi restoran sushi di mata pelanggan akan turun dan bisa-bisa dicap sebagai restoran sushi kelas rendahan. Karena kondisi itu, maka orang Jepang yang punya keahlian sushi biasanya meminta bayaran tinggi. Sambil membanggakan keahliannya memotong ikan, serta melengkapi dirinya dengan pisau sushi yang berharga 1000an dollar, atau mengetahui ikan terbaik datang dari laut mana, dan tentu saja mahir berbahasa Jepang. Maklum sushi adalah makanan khas Jepang.
Di bagian dapur, yang menjual masakan seperti Salmon Teriyaki, Udon Noodle Soup, Katsudon, Unadon, dan lain-lainnya kini -- setelah Chow-san pindah ke sushi bar-- dipegang orang Mexico bernama Lazaro. Orangnya cekatan dan rajin, tetapi kalau penyakitnya kambuh – kita suka dibikin kerepotan. Kebiasaan mabuknya kadang masih terbawa sampai keesokan paginya ketika ia datang di restoran. Lazaro kehilangan kegesitannya dan hanya mengoceh sambil tertawa-tawa nggak karu-karuan. Si tukang cuci piring Jose dari Honduras yang tidak bisa berbahasa Inggris mengejek Lazaro dan bercakap dalam Spanish kepada kita – kita sambil memperagakan pakai tangan,” Poquito Tequila – poquito pendejo. Mas Tequila – mas pendejo. Mucho Tequila – mucho pendejo”. (Sedikit Tequila – sedikit goblok. Tambah Tequila – tambah goblok. Makin banyak Tequila – makin goblok). Dan Lazaro hanya tertawa-tawa saja.
Di bagian order luar restoran atau order delivery, ada seorang 'driver' yang biasa 'ngantar' makanan yang bernama Wang Chuan, lelaki 48 tahunan dari RRC. Ia sedang mengambil program Doktor di bidang 'Material Science' lebih spesifik lagi yang berhubungan dengan urusan limbah nuklir di Catholic University. Sehabis pulang dari kampus ia bekerja sambilan di restoran ini. Untuk urusan melayani pelanggan yang makan di restoran, ada beberapa 'server' antara lain dua orang dari Malaysia yaitu Marcus Yap dan Mandy Liem. Satu orang Hongkong bernama Kate, Aple dari Thailand, Shelly dari Bejing, dan Alex lelaki kulit putih Amerika yang mahir berbahasa Mandarin dan masih belajar di GW University.
Aku bekerja 11 jam sehari atau kira – kira 60an jam seminggu, jadi hampir sebagian besar waktuku memang habis di restoran. Waktu yang 11 jam sehari itu aku habiskan untuk (mau tak mau) berinteraksi dengan mereka. Ya inilah duniaku, dunia sempit sekotak restoran. Rutinitas yang membosankan, melelahkan, atau barangkali rasanya seperti terkurung dalam penjara. Bedanya, tiap dua minggu aku mendapat bayaran. Kalau ada sesuatu yang bisa diambil sebagai pelajaran, setidaknya aku jadi tahu karakter dan kultur orang – orang dari lain negara.
Posted by Janu Jolang at 2:17 AM 0 comments