Friday, January 2, 2009

OBAMA MENJADI PRESIDEN KULIT HITAM PERTAMA DI AMERIKA SERIKAT

Detik-detik mendebarkan penghitungan suara di TV mencapai puncaknya ketika batas minimal electoral vote mencapai 270. Obama menang!!! Obama menang!!! Maka segera kuhampiri si Chef Chong san yang sedang berbincang dengan pelanggan di sushi bar. Dengan lesu ia merogoh sakunya dan menyerahkan uang 50 dollar kepadaku. Ia kalah taruhan.

Malam itu seluruh Amerika bergembira, hingar bingar kemenangan Obama dirayakan dimana-mana. Ya, untuk menang pemilu di Amerika seorang calon harus mengumpulkan 270 electoral vote. Sistem tak langsung dan "rumit" ini mendasarkan pada besaran populasi di masing-masing negara bagian. Jumlah 538 electoral votes yang ada saat ini adalah mewakili jumlah 100 senator dan 435 anggota perwakilan rakyat dari ke 50 negara bagian di Amerika. Sedangkan 3 electoral vote yang tersisa adalah hak istimewa Washington DC lewat amandemen ke 23 yaitu jumlah electoral vote yang sama dengan negara bagian lain yang berpopulasi rendah.
Sebagai gambaran tentang Electoral Vote, karena tiap Negara Bagian besaran populasinya tak sama maka jumlah pemilih yang mewakili satu electoral vote berbeda dari satu negara bagian dengan yang lainnya. Andai kita hidup di Wyoming yang berpenduduk sedikit, di sana 174,277 orang mendapatkan satu electoral vote, di California dibutuhkan 664,604 orang untuk satu electoral vote. Jadi orang Wyoming suaranya 3,8 kali lebih kuat daripada orang yang hidup di California.
Dan dari hasil penghitungan akhir Pemilu Presiden Amerika, Obama dari Partai Demokrat mendapatkan 297 electoral vote, menang telak atas Mc Cain calon Partai Republik yang  mendapatkan 139 electoral vote.
***
Kemenangan Obama ini sangat dramatis, karena dia bukan siapa-siapa saat itu, seorang pendatang baru di panggung politik nasional, Senator Partai Demokrat dari Chicago yang baru dua tahun berkarir di Gedung Capitol. Dengan nama yang kedengaran aneh di telinga orang Amerika: Barack Hussein Obama; Ya, Obama yang berayah Obama, Sr., mahasiswa muslim kulit hitam dari Kenya, yang bertemu dengan Stanley Ann Dunham tahun 1960 di University of Hawaii, tiba-tiba mencalonkan diri sebagai kandidat Presiden Amerika dalam pemilu 2008.
Kala itu banyak orang yang menganggap remeh; karena satu alasan, Obama adalah seorang kulit hitam. Ya walau di Amerika adalah negara yang menjunjung tinggi hak azasi manusia, kebebasan dan persamaan hak, tetapi pada kenyataannya masalah rasial masih menjadi tema yang sensitif dalam kehidupan sehari-hari.
Kembali pada masa Abraham Lincoln di tahun 1863, Presiden ke 16 yang ingin mengakhiri perbudakan, ingin membebaskan jutaan orang kulit hitam dari perbudakan di Amerika. Jaman itu orang kulit hitam masih diperjual belikan layaknya binatang ternak di pasar. Harga seorang budak laki-laki setara dengan harga seekor kuda. Perjuangan Lincoln banyak ditentang oleh orang-orang negara bagian Selatan, perbudakan adalah hal yang legal di sana. Lincoln dalam keyakinannya berpendapat, "Para penulis Deklarasi Kemerdekaan tidak pernah bermaksud untuk mengatakan semua manusia adalah sama dalam warna, ukuran, kecerdasan, perkembangan moral, atau kapasitas sosial, tapi mereka memandang bahwa semua manusia diciptakan sederajat dalam hak tertentu, di antaranya adalah kehidupan, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan."
Dua tahun setelah membebaskan perbudakan, tahun 1865 Lincoln ditembak mati. Dan era perlakuan diskriminasi masih terus berlanjut. Orang kulit hitam yang mulai bebas memiliki tanah sendiri, menggarapnya, dan menjual hasil panennya, mendirikan gereja, membangun sekolah, kini mulai mendapat perlawanan dari orang-orang kulit putih yang masih berfaham rasialis. Supremasi kulit putih,"White Power" dengan organisasinya Ku Klux Klan melakukan teror dengan menculik dan memukuli orang kulit hitam, juga menggantungnya.
100 tahun kemudian di era Martin Luther King, supremasi kulit putih dan nasionalis kulit putih masih mendominasi kehidupan sosial maupun politik di Amerika. Jaman Great Depresion yang menghantam Amerika di tahun 1930an kala itu menambah tensi ketegangan rasial dan perbedaan perlakuan terhadap ras berwarna. Peristiwa Amok Massa di Athens, Alabama 10 Agustus 1946 menggambarkan kenyataan bahwa kaum kulit putih masih memperlakukan ras kulit hitam dengan semena-mena. Peristiwa itu dipicu ketika dua orang kulit putih ditahan karena menyerang seorang laki-laki kulit hitam. Dan keesokan harinya sekitar 2000 orang kulit putih dan remaja yang tidak terima dengan penahanan kedua temannya kemudian melakukan aksi balasan dengan merazia orang-orang kulit hitam yang dijumpai di sepanjang jalan dan memukulinya. Pasukan keamanan diturunkan untuk mengamankan kerusuhan itu. Tak ada yang tewas dalam peristiwa itu, tapi 50 orang kulit hitam cedera. Sebanyak 16 perusuh kulit putih didakwa melakukan tindakan kekerasan oleh pengadilan.
Ya, kala itu nasib orang kulit hitam sangat memprihatinkan. Mereka mendapat perlakuan diskriminatif dengan diciptakannya aturan-aturan pemisahan tempat antara kulit putih dan kulit berwarna pada fasilitas-fasilitas umum. Rosa Park seorang wanita tua kulit hitam di Alabama ditangkap gara-gara tak memberikan tempat duduk kepada penumpang lelaki kulit putih di sebuah bis. Ya, perlakuan diskriminasi diciptakan mulai dari sekolah, tempat duduk di bis, kereta, hingga kamar mandi. Segregasi dalam hal ekonomi dan peluang kerja makin memperburuk nasib orang kulit hitam. Mereka tak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, diskriminasi gaji dan kecilnya kesempatan kerja membuat tingkat pengangguran pada ras kulit hitam meningkat tajam.
I Have A Dream begitulah pidato Martin Luther King tahun 1963 yang fenomenal, di depan 250.000 orang pendukung perjuangan hak-hak sipil di Lincoln Memorial. Pidato itu menuntut semua pihak untuk mengakhiri faham rasialis di Amerika, baik fihak pemerintah, legislatif, yudikatif, maupun masyarakat Amerika.
" Setelah 100 tahun Lincoln membebaskan sistem perbudakan, Negro masih belum bebas. Kehidupan orang Negro masih sangat menyedihkan akibat belenggu segregasi dan rantai diskriminasi. Seratus tahun kemudian orang Negro masih hidup terasing dalam pulau kemiskinan ditengah-tengah lautan kemakmuran. Seratus tahun kemudian Negro masih mendekam di sudut - sudut kumuh Amerika dan menemukan dirinya terasing dari tanahnya sendiri...."
Dan pidato yang melegenda itu akhirnya menjadi tonggak dari pergerakan hak-hak sipil di Amerika. Tahun 1968 Martin Luther ditembak dan mati.
***
40 tahun setelahnya, seorang Obama yang berkulit hitam dengan ayah warga negara Kenya telah merubah sejarah Amerika dengan menjadi Presiden Pertama Kulit Hitam di negara Super Power itu. Impian Martin Luther King terwujud, suatu hari akan ada bukti di Amerika bahwa semua manusia diciptakan sederajat. Suatu hari anak bekas budak dan anak bekas majikan bisa duduk bersama dalam meja persaudaraan.
Ya, Obama membuat sejarah yang mencengangkan bagi Amerika Serikat. Ia mampu mengalahkan kandidat kuat Demokrat Hillary Clinton di pemilihan umum awal yang ketat, Ia juga bisa melewati masa-masa sulit walau diterpa isu tak punya akte kelahiran, juga isu telah pindah kewarganegaraan Indonesia karena diadopsi oleh Lolo Soetoro, seorang mahasiswa muslim Indonesia yang menikahi ibunya, kemudian pindah ke Indonesia. Semua rintangan dan isu seolah tak berarti ibarat bola salju sudah menggelinding, maka ia makin membesar dan tak tertahankan. Puncaknya adalah ketika Obama mengalahkan kandidat dari Partai Republik Mc Cain dengan telak.
Dalam pidato kemenangannya di kota tempat tinggalnya Grand Park Chicago, Obama mengatakan sesuatu yang monumental:
" Jika ada ... siapapun di luar sana yang masih menyangsikan; bahwa Amerika adalah tempat dimana segala sesuatu hal itu mungkin, ... siapapun yang masih meragukan; bahwa impian para pendiri bangsa ini masih tetap hidup pada masa kita,.... siapapun yang masih bertanya-tanya; tentang kekuatan dari demokrasi kita; ... malam ini adalah jawabannya."
Ya, selama 232 tahun setelah kemerdekaan, kini anak kecil kulit hitam bisa bermimpi tentang cita-citanya; tidak hanya sekedar jadi dokter, insinyur, ahli komputer, melainkan bisa jadi presiden. Barrack Hussein Obama, Presiden ke 44 Amerika Serikat, Presiden Pertama yang berkulit hitam. Sebuah era baru dimana 140an tahun lalu, seorang kulit hitam, seorang budak yang tak memiliki hak-hak sipilnya, yang hanya bisa diperas keringatnya, kini bisa mendiami Gedung Putih dan menjadi salah satu orang yang paling berkuasa di dunia.
Kemenangan Obama adalah sebuah katarsis nasional dikarenakan keterpurukan Amerika di era Presiden Bush dalam bidang ekonomi, juga beban berat karena menanggung perang berkepanjangan di Timur Tengah dan Asia Selatan. Maka slogan slogan Perubahan menggema di setiap sudut Amerika. Yes We Can ... Si Se Puede ... Ya Kita Bisa.

No comments:

 
Site Meter